Salah satu anak buah Jinno yang dicurigai dan telah diintai oleh Sou ditemukan sudah menjadi mayat. Sou datang untuk menginvestigasi mayat itu. Ia menemukan sebuah buku catatan di kantong si mayat.
Tiba-tiba ponsel Sou bergetar. Sou mendapat telepon dari Maruo. Selepas kerja, Yuki menghilang. Dan saat ini belum tiba kembali ke apartemen.
“Hubungi yang lain dulu, aku akan segera kembali,” ucap Sou beranjak pergi dari TKP.
Sampai di apartemen . . .
“Shh!” Maruo baru saja membawa Yuki ke tempat tidurnya.
Oo . . . ternyata Yuki diajak minum oleh Yoshimura-kun untuk merayakan ingatannya yang hari ini telah kembali sebagian. Mereka tidak hanya berdua, tapi juga bersama dengan Horikawa. Sementara itu Horikawa yang mabuk terkapar di lantai tengah.
Sou lega karena Yuki baik-baik saja. Ia mendekati Horikawa yang mabuk, “Kenapa kau tidak menghubungi kami?”
“Yuki-chan yang melarangku. Katanya kita akan mati kalau menghubungimu. Yuki-chan ingin membuat Takakura-san khawatir . . . “ Horikawa mulai mengoceh tidak jelas.
Sou tentu saja kesal. Sudah membuatnya khawatir, eh sekarang pulang dalam keadaan mabuk pula.
Yuki tiba-tiba bangun. Karena mabuk pula ia mengoceh tidak jelas. Ia mendekati Sou yang syok dengan gumaman Yuki. Yuki memegang pundak Sou, dan . . . brug . . .
“Hei, hei! Jangan!” Maruo mengingatkan.
Sou menjatuhkan Yuki ke lantai.
“Argh . . . dia menjatuhkanku lagi, meski aku wanita,” gumam Yuki.
“Maaf. Jangan pernah memegang pundakku,” ucap Sou kemudian dan menghilang ke dalam kamarnya.
Akhirnya Maruo-lah yang membantu Yuki kembali ke kamarnya dan mengantar Horikawa pulang.
Hari berikutnya . . .
Yuki, Sou dan Maruo mendatangi rumah sakit. Mereka bertemu Yuri-san, dokter yang bertanggungjawab atas Yuki.
“Jadi kau masuk ruangan itu dengan kunci cadangan?” Tanya dokter Yuri.
“Ya.”
“Yuki hanya punya satu kakak perempuan di Jepang. Kalau ia bisa masuk dengan kunci cadangan, artinya itu kamar . . . “ ucapan Sou terputus.
“Kekasih Yuki,” lanjut dokter Yuri.
“Jadi Yuki punya kekasih di US,” Maruo bergumam kecewa.
Yuki juga menceritakan kalau ia melihat seseorang ditembak di ruangan itu, sebelum ia pingsan. Tapi Yuki tidak ingat siapa orang yang ditembak itu. Sou yang mulai tidak sabar mendesak Yuki untuk mengingatnya. Mereka akhirnya bertengkar. Dokter Yuri berusaha melerai mereka. Yuki akhirnya memilih pergi, dengan Maruo yang mengejar di belakangnya.
Maruo berusaha menghibur Yuki. Yuki pun akhirnya bisa kembali tersenyum. Maruo mengajak Yuki piknik, karena besok ia libur. Yuki menyetujuinya.
“Kalau aku pergi dengan Maruo, si keras kepala itu (Sou) pasti tidak akan marah,” ucap Yuki ceria.
Maruo kemudian menyanyikan lagi piknik anak-anak, dan meminta Yuki untuk melanjutkannya. Tapi sepertinya usaha Maruo percuma, Yuki sama sekali tidak ingat lagu itu.
Pusat kepolisan Jepang.
Maijima-san memberikan penjelasan. Gadis itu, Matsuko Reiko (17 tahun) melarikan diri dari rumah untuk menjadi model di sebuah agensi bernama Vintage.
“Bukankah ini tugas divisi anak-anak, kenapa harus kita (tim investigasi khusus)?” Maruo protes.
Maijima-san memukul kepala Maruo. Ia melanjutkan penjelasannya yang dipotong oleh Maruo. Agensi model itu dicurigai berhubungan dengan perdagangan obat gelap, yang disinyalir juga berhubungan dengan sindikat yakuza pimpinan Jinno. Jadi mereka juga harus mengikutsertakan gadis itu dalam investigasi disamping menginvestigasi agensi-nya.
“Pergilah bersama Sho. Disana banyak gadis-gadis cantik, kau pasti suka,” ucap chef Ootomo menepuk pundak Maruo.
“Ah, terimakasih chef. Aku sudah lulus hal itu,” Maruo tersenyum penuh kemenangan.
Maruo dan Sou mendatangai agensi Vintage yang dimaksud. Mereka ditemui oleh direktur agensi itu. Atas izin sang direktur, mereka bisa menemui para model yang sedang berada di ruang latihan.
Dan seperti biasa . . . Maruo mulai tebar pesona pada para gadis itu,” Serahkan padaku,” ucap Maruo bangga.
Tapi karena saking baiknya, bukannya mencari informasi mengenai peredaran obat terlarang, Maruo malah asyik ngobrol dengan mereka. Sou tentu saja kesal. Apalagi saat para gadis meminta tanda tangan Maruo.
“Maruo!” kali ini Sou sudah benar-benar kesal. Ia beranjak keluar ruang latihan. “Aku benar-benar tidak berguna di tempat seperti ini,” keluh Sou. (wkwkwkwk . . . ceritanya mengaku kalah nih)
Maruo menyusul Sou keluar. Mereka adu mulut, dan alhasil . . . tidak ada informasi yang mereka dapat. Sou dan Maruo beranjak pergi. Di lorong mereka bertemu dengan Reiko-chan. Reiko-chan yang tahu kalau mereka adalah polisi, mencoba melarikan diri. Tapi Sou dan Maruo berhasil menangkapnya, dan memaksanya pulang.
Kembali ke kantor polisi.
Maijima-san menagih hasil investigasi mereka. Sou dan Maruo gagal mendapatkan informasi dari Vintage. Maruo mulai menyalahkan Sou atas kegagalan itu. Tapi Sou tidak mengelak atau mendebatnya?
“Bersikaplah lebih baik pada wanita!” ucap Maijima-san pada Sou.
“Ya.” (hahahaha . . . Sou specless)
Berbeda dengan Sou dan Maruo, Suzu-san berhasil mendapat informasi mengenai orang yang mengedarkan narkoba itu. Namanya Ando. Dia pengedar di daerah Shibuya dan Harajuku. (yang heran kenapa muncul nama Harajuku disini, ini adalah nama nyata daerah di Tokyo. Istilah Stile Harajuku muncul karena anak-anak muda yang sering berkumpul di daerah ini dengan dandanan ekstrem dan aneh2). Ando juga berperan sebagai agen pencari bakat. Ia merupakan kekasih Reiko-chan, dan yang memperkenalkan dan membuat Reiko-chan berniat bergabung dengan agensi Vintage untuk menjadi model.
Keluar dari kantor, Sou dan Maruo berjalan bersama. Maruo melanjutkan investigasinya, tapi kali ini Sou tidak ikut.
“Aku ada urusan pribadi,” ucap Sou ketus.
“Hei, urusan pribadi apa? Bukankah kita teman?” cecar Maruo.
“Urusan pribadi adalah urusan pribadi. Itu bukan urusanmu. Lagipula aku tidak pernah menganggapmu teman,” Sou beranjak pergi meninggalkan Maruo yang masih kesal.
Sou pergi ke suatu tempat. Ternyata, tadi sebelum pergi, chef Ootomo memerintahkan Sou untuk melakukan investigasi terhadap nama yang tertera dalam buku catatan mayat salah satu anak buah Jinno yang ditemukan meninggal sebelumnya.
Sou menemui laki-laki itu di restoran. Ia datang dan tanpa babibu menggeledah lelaki itu, Nakao-san.
“Kalau aku memberikan informasi padamu, apa kau akan melindungiku?” tawar Nakao-san.
Nakao-san luluh oleh ancaman Sou tadi. Ia berniat untuk keluar dari sindikat yakuza itu.
Di tengah investigasi, ponsel Sou bergetar. Siapa lagi kalau bukan dari mamanya. “Sou-chan kau ingat hari Senin besok kan?”
“Ya.”
“Kau baik-baik saja?” Nakao heran melihat perubahan sikap Sou setelah menerima telepon.
Nakao lalu membuat perjanjian dengan Sou. Ia akan menjadi informan Sou tentang transaksi dan kegiatan sindikat.
Sementara itu Maruo, Horikawa, Yuki dan Maki makan malam bersama di apartemen. Mereka menggosipkan Sou yang menyebalkan dan selalu keras kepala. Tapi sepertinya hanya Maki yang berbeda pendapat, ia menganggap Sou sebenarnya orang baik.
Selesai makan, Horikawa mengantarkan Maki pulang.
“Sepertinya Maruo-san sangat menyukainya,” ucap Maki.
“Huh, siapa? Siapa?” Horikawa penasaran. “Yuki-chan?”
“Ya. Tapi Yuki-chan tidak menyukainya. Yuki-chan menyukai orang lain.”
“Siapa? Siapa? Yoshimura-kun?”
“Mung . . . kin . . . “ Maki membuat Horikawa malah semakin penasaran.
Ternyata Sou pulang ke rumah ibunya.
“Terimakasih kau sudah datang. Sou-chan tidak lupa dengan peringatan kematian ayahmu kan?” ucap nyonya Takakura menyambut putranya itu.
“Ya.”
Dirumah ternyata sudah berkumpul, ada juga Nakatani-kun, kekasih dari adiknya, Karin-chan. Sou jelous melihat anak satu ini. Mereka bertiga mulai meributkan makanan apa yang akan dipesan.
Tiba-tiba ponsel Sou bergetar. Telepon dari Nakao-san. Tapi di tengah pembicaraan, Sou selalu diganggu. Pertama ibunya, lalu adiknya Karin dan terakhir Nakatani-kun. Akhirnya Sou benar-benar kesal dan membentak Nakatani-kun. Baru ia bisa menelepon dengan tenang. Nakao-san ternyata memberitahu Sou kalau akan ada transaksi segera.
Di tempat lain, Suzu-dan dan Mashiko-san membuntuti Ando. Mereka mengintai Ando dari depan apartemennya. Tapi tidak tampak Ando akan keluar atau melakukan apapun. Mashiko-san mulai mengeluh, ia seharusnya ada di rumah bersama keluarganya.
Di tempat lain, Yoshimura-kun menerima telepon. Disini mulai kelihatan kalau doski terlibat dengan jaringan yakuza pimpinan Jinno. Tapi sepertinya Yoshimura-kun berniat untuk menghianati Jinno dan mengambil alih organisasi !
Sou dan Maruo kembali mendatangi Vintage. Seperti kemarin, mereka ditemui oleh sang direktur. Sou dan Maruo menceritakan tentang Ando yang ternyata seorang pengedar obat terlarang.
“Terimakasih atas informasinya. Aku akan segera mengambil tindakan, bahkan kalau perlu memecat Ando.”
Tapi Sou belum puas dengan jawaban direktur Vintage itu. Ia to the point menanyakan perihal peredaran obat terlarang di agensi itu, yang tentu saja tidak diakui oleh sang direktur.
Keluar dari ruangan, Sou dan Maruo kembali bertemu Reiko. Meski menolak dan berusaha melarikan diri, Sou dan Maruo tetap bersikeras membawa Reiko pulang ke rumah orang tuanya.
“Jika memang ia tetap bersikeras menjadi model, carilah agensi lain. Jangan di Vintage,” pesan Sou pada orang tua Reiko-chan.
Suzu-san dan Mashiko-san masih membuntuti Ando. Kali ini Ando datang ke sebuah hotel bersama seorang wanita yang tampak ketakutan. Tidak lama sesudahnya, wanita itu berlari keluar dengan menangis. Suzu-san mencegatnya dan bertanya apa yang terjadi. Wanita itu hanya menunjuk ke arah Ando yang terkapar dil lantai.
Ando ternyata ambruk di lantai. Ia mengalami overdosis.
“Ando! Ando! Bertahanlah!” Mashiko-san mendekati Ando.
Suzu-san lalu menghubungi ambulan. Mereka membawa Ando ke rumah sakit terdekat.
Sou kembali mendapat informasi dari Nakao-san. Malam itu ada transaksi. Nakao-san menyebutkan tempat dan jam transaksi, yang ternyata sejam lagi.
Maruo yang sedang berada di dekat Sou, curiga dengan telepon Sou. Karena waktu yang mepet, Sou berniat berangkat sendirian. Tapi Maruo berkeras mengikutinya.
“Apa yang kau lakukan disini?!” gertak Sou kesal melihat Maruo sudah ada di belakangnya.
“Bukankah dua orang lebih baik dari sendirian? Aku ingin menangkap Jinno. Jadi kau bisa segera kembali ke US secepatnya.”
Dan seperti biasa, sempat-sempatnya kedua orang ini berdebat hal tidak mutu di tengah investigasi. Tapi akhirnya Sou menghentikan perdebatan dan mereka masuk ke tempat transaksi yang dikatakan Nakao-san sebelumnya.
Sou melihat sekeliling. Ia heran, karena tempat ini terlalu sepi. Sou akhirnya menemukan Nakao-san, yang ternyata sudah babak belur.
“Nakao!”
“Sepertinya mereka tahu semuanya. Sulit untuk bisa mengkhianati sindikat ini,” Nakao-san lalu ambruk.
“Nakao!”
Sou dan Maruo dihujani tembakan dari arah tak terduga. Akhirnya mereka memilih menghindar dan tidak jadi menyelamatkan Nakao-san.
Adu tembak terjadi. Sou dan Maruo dengan kompaknya saling melindungi dan menyerang. Seorang penemak misterius terjatuh dan berhasil mereka tangkap.
“Kenapa kau tidak membunuhku saja?”
“Aku butuh banyak informasi darimu,” ucap Sou sambil membantu laki-laki misterius itu berdiri.
Tapi tidak lama, muncul penembak misterius lain. Dia menembak si laki-laki yang berhasil dilumpuhkan Sou sebelumnya. Sou kesal karena sumber informasinya mati. Ia lalu menembak membabi buta. Sou tampak sangat kesal karena kembali gagal menemukan Jinno.
Maruo hanya bisa terdiam melihat amarah Sou. Sekarang ia mengerti, betapa benci dan dendamnya Sou pada Jinno.
Sou dan Maruo kembali ke kantor. Mereka melaporkan apa yang terjadi kali ini pada chef Ootomo.
“Ah sudahlah, polisi tidak bisa selalu melakukan semuanya,” ucap chef kemudian.
Disini mereka juga akhirnya tahu, kalau Ando sang pengedar dalam keadaan sekarat karena overdosis. Sou termenung, ia memikirkan sesuatu.
Di tempat lain, direktur Vintage menelepon Reiko dan mengajaknya bertemu di suatu tempat. Reiko yang memang sangat ingin menjadi model, patuh saja. Di tengah jalan, mobil itu dihadang oleh Maruo dan Sou.
Sou dan Maruo memaksa mereka keluar dari mobil. Dalam waktu singkat, mereka berhasil membekuk sang direktur dan sopirnya.
“Kau sudah tahu kan seperti apa mereka sebenarnya? Mereka ingin membuatmu seolah bunuh diri, karena putus asa,” cerita Sou.
Reiko yang tadinya nyaris menangis, menghapus air matanya. Ia sekarang mengerti.
“Bagaimana kalian bisa menemukanku?” Tanya Reiko.
Maruo menceritakan kalau saat mereka keluar dari Vintage, Sou memasang gps di mobil direktur Vintage. Itulah kenapa mereka bisa dengan cepat mengetahui keberadaan Reiko-chan. “Dia hebat kan?” kali ini Maruo yang bicara.
“Aku juga punya mimpi . . . karena itulah aku bergabung dengan tim investigasi khusus. Karena aku ingin mewujudkan mimpi itu meski dengan jalan lain,” ucap Sou.
“Kau bilang . . . dengan jalan lain? Apa kau coba menghibur dan membesarkan hatiku?” Reicko-chan perlahan tersenyum
Maruo yang tahu kalau kali ini Sou mencoba bersikap baik pada wanita, tersenyum. “Tentu, begitulah,” ucapnya dengan senyum sumringah.
“Aku akan memberitahukan semua yang aku tahu tentang agensi itu,” ucap Reiko-chan kemudian.
Sou dan Maruo pulang ke apertemen. Di ruang tengah, Maruo mulai mengantuk.
“Hei kalau kau terlalu lelah begini, kita tidak bisa piknik besok,” protes Yuki-chan.
“Ah, tidak. Tidak. Aku tidak lelah, besok kita tetap jadi piknik,” elak Maruo.
Sou masuk, tapi langsung beranjak ke kamarnya. Ia tidak memperdulikan Maruo dan Yuki.
“Ada apa dengannya?” Yuki penasaran.
“Umm . . . banyak yang terjadi hari ini,” ucapan Maruo menggantung.
Di dalam kamar, Sou menerima telepon. Maruo dan Yuki penasaran. Mereka mendekati pintu kamar Sou dan mulai menguping.
“Besok? Iya aku ingat. . . . aku suka,” terdengar suara Sou dari dalam.
Maruo dan Yuki kaget. Mereka lompat ke balik kursi. “Suka?! Mungkinkah dia punya kekasih?!” Yuki heran.
“Entahlah. Tapi dia sering mendapat telepon aneh sepanjang investigasi,”cerita Maruo.
Sou keluar kamar. Maruo dan Yuki kaget. Yuki buru-buru masuk ke kamarnya dan menutup pintu. Maruo yang kalah cepat hendak masuk kamar Yuki tapi keburu ditutup oleh Yuki. Sou heran melihat ulah kedua orang itu.
Ternyata hari ini chef menyuruh Sou untuk cuti. Pagi-pagi Sou telah berpakaian rapi dan keluar dari apartemen. Ia berjalan santai. Di belakangnya, Maruo dan Yuki yang menyamar, mulai mengikuti Sou.
“Apa tidak apa-apa kita mengikutinya (Sou)? Kalau begini, rencan piknik kita akan gagal,” protes Maruo.
“Shh!” Yuki tidak mengacuhkan Maruo dan tetap mengikuti Sou. Dan dasar Maruo, sempat-sempatnya ia mengambil kesempatan memeluk Yuki. Tentu Yuki kesal, akibatnya Maruo kena pukul oleh Yuki. (wkwkwkwk . . . dasar Maruo)
Sou tiba di kolam pemancingan. Ia memesan tiket masuk. “Keluarlah! Aku tahu kalian disana,” ucap Sou kemudian.
Maruo dan Yuki yang tidak punya pilihan akhirnya keluar. Mereka heran karena Sou sendirian.
“Tidak baik kalau kami ikut campur. Bukankah ada yang akan datang lagi, wanita?” tebak Maruo.
“Bodoh. Apa yang kalian katakan.”
“Tapi semalam kau mengatakan suka, apa artinya itu?”
“Huh? Oh itu . . . pizza,” ucap Sou santai.
“Pizza?!” Maruo dan Yuki kaget.
Yuki, Sou dan Maruo akhirnya memancing bersama. Sou menceritakan kalau hari ini adalah hari peringatan kematian ayahnya. Ayah Sou, seorang detektif meninggal 17 tahun yang lalu karena dibunuh oleh Jinno saat memancing bersama Sou. “Hari itu kami tidak mendapat apa-apa. Dia (ayah) bilang, lebih mudah menangkap penjahat dibanding menangkap ikan.”
Maruo dan Yuki tertegun mendengar cerita Sou. Mereka tidak pernah tahu kalau ada cerita seperti itu. Suasana berubah aneh. Tiba-tiba saja umpan di kail Yuki berhasil dimakan ikan. Ia menarik ikan itu dibantu Maruo. Mereka tertawa bersama. Sou hanya memandang mereka berdua, dan . . . tersenyum.
Hari berikutnya,
Yuki kembali bekerja di kafe seperti biasa. Sepertinya mood-nya hari ini sedang baik. Yuki melayani pelayan seperti biasa.
Sepasang pengunjung mengangkat gelas mereka untuk toas (atau dalam bahasa Jepang, kanpai). Terdengar suara ting. Yuki mendengarnya, dan mendadak . . . pingsan. Seisi kafe heboh kerena Yuki pingsan. Yuki menggumamkan nama seseorang.
“Jinno-sama,” ucap Yuki lirih sebelum pingsan.
Tiba-tiba ponsel Sou bergetar. Sou mendapat telepon dari Maruo. Selepas kerja, Yuki menghilang. Dan saat ini belum tiba kembali ke apartemen.
“Hubungi yang lain dulu, aku akan segera kembali,” ucap Sou beranjak pergi dari TKP.
Sampai di apartemen . . .
“Shh!” Maruo baru saja membawa Yuki ke tempat tidurnya.
Oo . . . ternyata Yuki diajak minum oleh Yoshimura-kun untuk merayakan ingatannya yang hari ini telah kembali sebagian. Mereka tidak hanya berdua, tapi juga bersama dengan Horikawa. Sementara itu Horikawa yang mabuk terkapar di lantai tengah.
Sou lega karena Yuki baik-baik saja. Ia mendekati Horikawa yang mabuk, “Kenapa kau tidak menghubungi kami?”
“Yuki-chan yang melarangku. Katanya kita akan mati kalau menghubungimu. Yuki-chan ingin membuat Takakura-san khawatir . . . “ Horikawa mulai mengoceh tidak jelas.
Sou tentu saja kesal. Sudah membuatnya khawatir, eh sekarang pulang dalam keadaan mabuk pula.
Yuki tiba-tiba bangun. Karena mabuk pula ia mengoceh tidak jelas. Ia mendekati Sou yang syok dengan gumaman Yuki. Yuki memegang pundak Sou, dan . . . brug . . .
“Hei, hei! Jangan!” Maruo mengingatkan.
Sou menjatuhkan Yuki ke lantai.
“Argh . . . dia menjatuhkanku lagi, meski aku wanita,” gumam Yuki.
“Maaf. Jangan pernah memegang pundakku,” ucap Sou kemudian dan menghilang ke dalam kamarnya.
Akhirnya Maruo-lah yang membantu Yuki kembali ke kamarnya dan mengantar Horikawa pulang.
Hari berikutnya . . .
Yuki, Sou dan Maruo mendatangi rumah sakit. Mereka bertemu Yuri-san, dokter yang bertanggungjawab atas Yuki.
“Jadi kau masuk ruangan itu dengan kunci cadangan?” Tanya dokter Yuri.
“Ya.”
“Yuki hanya punya satu kakak perempuan di Jepang. Kalau ia bisa masuk dengan kunci cadangan, artinya itu kamar . . . “ ucapan Sou terputus.
“Kekasih Yuki,” lanjut dokter Yuri.
“Jadi Yuki punya kekasih di US,” Maruo bergumam kecewa.
Yuki juga menceritakan kalau ia melihat seseorang ditembak di ruangan itu, sebelum ia pingsan. Tapi Yuki tidak ingat siapa orang yang ditembak itu. Sou yang mulai tidak sabar mendesak Yuki untuk mengingatnya. Mereka akhirnya bertengkar. Dokter Yuri berusaha melerai mereka. Yuki akhirnya memilih pergi, dengan Maruo yang mengejar di belakangnya.
Maruo berusaha menghibur Yuki. Yuki pun akhirnya bisa kembali tersenyum. Maruo mengajak Yuki piknik, karena besok ia libur. Yuki menyetujuinya.
“Kalau aku pergi dengan Maruo, si keras kepala itu (Sou) pasti tidak akan marah,” ucap Yuki ceria.
Maruo kemudian menyanyikan lagi piknik anak-anak, dan meminta Yuki untuk melanjutkannya. Tapi sepertinya usaha Maruo percuma, Yuki sama sekali tidak ingat lagu itu.
Pusat kepolisan Jepang.
Maijima-san memberikan penjelasan. Gadis itu, Matsuko Reiko (17 tahun) melarikan diri dari rumah untuk menjadi model di sebuah agensi bernama Vintage.
“Bukankah ini tugas divisi anak-anak, kenapa harus kita (tim investigasi khusus)?” Maruo protes.
Maijima-san memukul kepala Maruo. Ia melanjutkan penjelasannya yang dipotong oleh Maruo. Agensi model itu dicurigai berhubungan dengan perdagangan obat gelap, yang disinyalir juga berhubungan dengan sindikat yakuza pimpinan Jinno. Jadi mereka juga harus mengikutsertakan gadis itu dalam investigasi disamping menginvestigasi agensi-nya.
“Pergilah bersama Sho. Disana banyak gadis-gadis cantik, kau pasti suka,” ucap chef Ootomo menepuk pundak Maruo.
“Ah, terimakasih chef. Aku sudah lulus hal itu,” Maruo tersenyum penuh kemenangan.
Maruo dan Sou mendatangai agensi Vintage yang dimaksud. Mereka ditemui oleh direktur agensi itu. Atas izin sang direktur, mereka bisa menemui para model yang sedang berada di ruang latihan.
Dan seperti biasa . . . Maruo mulai tebar pesona pada para gadis itu,” Serahkan padaku,” ucap Maruo bangga.
Tapi karena saking baiknya, bukannya mencari informasi mengenai peredaran obat terlarang, Maruo malah asyik ngobrol dengan mereka. Sou tentu saja kesal. Apalagi saat para gadis meminta tanda tangan Maruo.
“Maruo!” kali ini Sou sudah benar-benar kesal. Ia beranjak keluar ruang latihan. “Aku benar-benar tidak berguna di tempat seperti ini,” keluh Sou. (wkwkwkwk . . . ceritanya mengaku kalah nih)
Maruo menyusul Sou keluar. Mereka adu mulut, dan alhasil . . . tidak ada informasi yang mereka dapat. Sou dan Maruo beranjak pergi. Di lorong mereka bertemu dengan Reiko-chan. Reiko-chan yang tahu kalau mereka adalah polisi, mencoba melarikan diri. Tapi Sou dan Maruo berhasil menangkapnya, dan memaksanya pulang.
Kembali ke kantor polisi.
Maijima-san menagih hasil investigasi mereka. Sou dan Maruo gagal mendapatkan informasi dari Vintage. Maruo mulai menyalahkan Sou atas kegagalan itu. Tapi Sou tidak mengelak atau mendebatnya?
“Bersikaplah lebih baik pada wanita!” ucap Maijima-san pada Sou.
“Ya.” (hahahaha . . . Sou specless)
Berbeda dengan Sou dan Maruo, Suzu-san berhasil mendapat informasi mengenai orang yang mengedarkan narkoba itu. Namanya Ando. Dia pengedar di daerah Shibuya dan Harajuku. (yang heran kenapa muncul nama Harajuku disini, ini adalah nama nyata daerah di Tokyo. Istilah Stile Harajuku muncul karena anak-anak muda yang sering berkumpul di daerah ini dengan dandanan ekstrem dan aneh2). Ando juga berperan sebagai agen pencari bakat. Ia merupakan kekasih Reiko-chan, dan yang memperkenalkan dan membuat Reiko-chan berniat bergabung dengan agensi Vintage untuk menjadi model.
Keluar dari kantor, Sou dan Maruo berjalan bersama. Maruo melanjutkan investigasinya, tapi kali ini Sou tidak ikut.
“Aku ada urusan pribadi,” ucap Sou ketus.
“Hei, urusan pribadi apa? Bukankah kita teman?” cecar Maruo.
“Urusan pribadi adalah urusan pribadi. Itu bukan urusanmu. Lagipula aku tidak pernah menganggapmu teman,” Sou beranjak pergi meninggalkan Maruo yang masih kesal.
Sou pergi ke suatu tempat. Ternyata, tadi sebelum pergi, chef Ootomo memerintahkan Sou untuk melakukan investigasi terhadap nama yang tertera dalam buku catatan mayat salah satu anak buah Jinno yang ditemukan meninggal sebelumnya.
Sou menemui laki-laki itu di restoran. Ia datang dan tanpa babibu menggeledah lelaki itu, Nakao-san.
“Kalau aku memberikan informasi padamu, apa kau akan melindungiku?” tawar Nakao-san.
Nakao-san luluh oleh ancaman Sou tadi. Ia berniat untuk keluar dari sindikat yakuza itu.
Di tengah investigasi, ponsel Sou bergetar. Siapa lagi kalau bukan dari mamanya. “Sou-chan kau ingat hari Senin besok kan?”
“Ya.”
“Kau baik-baik saja?” Nakao heran melihat perubahan sikap Sou setelah menerima telepon.
Nakao lalu membuat perjanjian dengan Sou. Ia akan menjadi informan Sou tentang transaksi dan kegiatan sindikat.
Sementara itu Maruo, Horikawa, Yuki dan Maki makan malam bersama di apartemen. Mereka menggosipkan Sou yang menyebalkan dan selalu keras kepala. Tapi sepertinya hanya Maki yang berbeda pendapat, ia menganggap Sou sebenarnya orang baik.
Selesai makan, Horikawa mengantarkan Maki pulang.
“Sepertinya Maruo-san sangat menyukainya,” ucap Maki.
“Huh, siapa? Siapa?” Horikawa penasaran. “Yuki-chan?”
“Ya. Tapi Yuki-chan tidak menyukainya. Yuki-chan menyukai orang lain.”
“Siapa? Siapa? Yoshimura-kun?”
“Mung . . . kin . . . “ Maki membuat Horikawa malah semakin penasaran.
Ternyata Sou pulang ke rumah ibunya.
“Terimakasih kau sudah datang. Sou-chan tidak lupa dengan peringatan kematian ayahmu kan?” ucap nyonya Takakura menyambut putranya itu.
“Ya.”
Dirumah ternyata sudah berkumpul, ada juga Nakatani-kun, kekasih dari adiknya, Karin-chan. Sou jelous melihat anak satu ini. Mereka bertiga mulai meributkan makanan apa yang akan dipesan.
Tiba-tiba ponsel Sou bergetar. Telepon dari Nakao-san. Tapi di tengah pembicaraan, Sou selalu diganggu. Pertama ibunya, lalu adiknya Karin dan terakhir Nakatani-kun. Akhirnya Sou benar-benar kesal dan membentak Nakatani-kun. Baru ia bisa menelepon dengan tenang. Nakao-san ternyata memberitahu Sou kalau akan ada transaksi segera.
Di tempat lain, Suzu-dan dan Mashiko-san membuntuti Ando. Mereka mengintai Ando dari depan apartemennya. Tapi tidak tampak Ando akan keluar atau melakukan apapun. Mashiko-san mulai mengeluh, ia seharusnya ada di rumah bersama keluarganya.
Di tempat lain, Yoshimura-kun menerima telepon. Disini mulai kelihatan kalau doski terlibat dengan jaringan yakuza pimpinan Jinno. Tapi sepertinya Yoshimura-kun berniat untuk menghianati Jinno dan mengambil alih organisasi !
Sou dan Maruo kembali mendatangi Vintage. Seperti kemarin, mereka ditemui oleh sang direktur. Sou dan Maruo menceritakan tentang Ando yang ternyata seorang pengedar obat terlarang.
“Terimakasih atas informasinya. Aku akan segera mengambil tindakan, bahkan kalau perlu memecat Ando.”
Tapi Sou belum puas dengan jawaban direktur Vintage itu. Ia to the point menanyakan perihal peredaran obat terlarang di agensi itu, yang tentu saja tidak diakui oleh sang direktur.
Keluar dari ruangan, Sou dan Maruo kembali bertemu Reiko. Meski menolak dan berusaha melarikan diri, Sou dan Maruo tetap bersikeras membawa Reiko pulang ke rumah orang tuanya.
“Jika memang ia tetap bersikeras menjadi model, carilah agensi lain. Jangan di Vintage,” pesan Sou pada orang tua Reiko-chan.
Suzu-san dan Mashiko-san masih membuntuti Ando. Kali ini Ando datang ke sebuah hotel bersama seorang wanita yang tampak ketakutan. Tidak lama sesudahnya, wanita itu berlari keluar dengan menangis. Suzu-san mencegatnya dan bertanya apa yang terjadi. Wanita itu hanya menunjuk ke arah Ando yang terkapar dil lantai.
Ando ternyata ambruk di lantai. Ia mengalami overdosis.
“Ando! Ando! Bertahanlah!” Mashiko-san mendekati Ando.
Suzu-san lalu menghubungi ambulan. Mereka membawa Ando ke rumah sakit terdekat.
Sou kembali mendapat informasi dari Nakao-san. Malam itu ada transaksi. Nakao-san menyebutkan tempat dan jam transaksi, yang ternyata sejam lagi.
Maruo yang sedang berada di dekat Sou, curiga dengan telepon Sou. Karena waktu yang mepet, Sou berniat berangkat sendirian. Tapi Maruo berkeras mengikutinya.
“Apa yang kau lakukan disini?!” gertak Sou kesal melihat Maruo sudah ada di belakangnya.
“Bukankah dua orang lebih baik dari sendirian? Aku ingin menangkap Jinno. Jadi kau bisa segera kembali ke US secepatnya.”
Dan seperti biasa, sempat-sempatnya kedua orang ini berdebat hal tidak mutu di tengah investigasi. Tapi akhirnya Sou menghentikan perdebatan dan mereka masuk ke tempat transaksi yang dikatakan Nakao-san sebelumnya.
Sou melihat sekeliling. Ia heran, karena tempat ini terlalu sepi. Sou akhirnya menemukan Nakao-san, yang ternyata sudah babak belur.
“Nakao!”
“Sepertinya mereka tahu semuanya. Sulit untuk bisa mengkhianati sindikat ini,” Nakao-san lalu ambruk.
“Nakao!”
Sou dan Maruo dihujani tembakan dari arah tak terduga. Akhirnya mereka memilih menghindar dan tidak jadi menyelamatkan Nakao-san.
Adu tembak terjadi. Sou dan Maruo dengan kompaknya saling melindungi dan menyerang. Seorang penemak misterius terjatuh dan berhasil mereka tangkap.
“Kenapa kau tidak membunuhku saja?”
“Aku butuh banyak informasi darimu,” ucap Sou sambil membantu laki-laki misterius itu berdiri.
Tapi tidak lama, muncul penembak misterius lain. Dia menembak si laki-laki yang berhasil dilumpuhkan Sou sebelumnya. Sou kesal karena sumber informasinya mati. Ia lalu menembak membabi buta. Sou tampak sangat kesal karena kembali gagal menemukan Jinno.
Maruo hanya bisa terdiam melihat amarah Sou. Sekarang ia mengerti, betapa benci dan dendamnya Sou pada Jinno.
Sou dan Maruo kembali ke kantor. Mereka melaporkan apa yang terjadi kali ini pada chef Ootomo.
“Ah sudahlah, polisi tidak bisa selalu melakukan semuanya,” ucap chef kemudian.
Disini mereka juga akhirnya tahu, kalau Ando sang pengedar dalam keadaan sekarat karena overdosis. Sou termenung, ia memikirkan sesuatu.
Di tempat lain, direktur Vintage menelepon Reiko dan mengajaknya bertemu di suatu tempat. Reiko yang memang sangat ingin menjadi model, patuh saja. Di tengah jalan, mobil itu dihadang oleh Maruo dan Sou.
Sou dan Maruo memaksa mereka keluar dari mobil. Dalam waktu singkat, mereka berhasil membekuk sang direktur dan sopirnya.
“Kau sudah tahu kan seperti apa mereka sebenarnya? Mereka ingin membuatmu seolah bunuh diri, karena putus asa,” cerita Sou.
Reiko yang tadinya nyaris menangis, menghapus air matanya. Ia sekarang mengerti.
“Bagaimana kalian bisa menemukanku?” Tanya Reiko.
Maruo menceritakan kalau saat mereka keluar dari Vintage, Sou memasang gps di mobil direktur Vintage. Itulah kenapa mereka bisa dengan cepat mengetahui keberadaan Reiko-chan. “Dia hebat kan?” kali ini Maruo yang bicara.
“Aku juga punya mimpi . . . karena itulah aku bergabung dengan tim investigasi khusus. Karena aku ingin mewujudkan mimpi itu meski dengan jalan lain,” ucap Sou.
“Kau bilang . . . dengan jalan lain? Apa kau coba menghibur dan membesarkan hatiku?” Reicko-chan perlahan tersenyum
Maruo yang tahu kalau kali ini Sou mencoba bersikap baik pada wanita, tersenyum. “Tentu, begitulah,” ucapnya dengan senyum sumringah.
“Aku akan memberitahukan semua yang aku tahu tentang agensi itu,” ucap Reiko-chan kemudian.
Sou dan Maruo pulang ke apertemen. Di ruang tengah, Maruo mulai mengantuk.
“Hei kalau kau terlalu lelah begini, kita tidak bisa piknik besok,” protes Yuki-chan.
“Ah, tidak. Tidak. Aku tidak lelah, besok kita tetap jadi piknik,” elak Maruo.
Sou masuk, tapi langsung beranjak ke kamarnya. Ia tidak memperdulikan Maruo dan Yuki.
“Ada apa dengannya?” Yuki penasaran.
“Umm . . . banyak yang terjadi hari ini,” ucapan Maruo menggantung.
Di dalam kamar, Sou menerima telepon. Maruo dan Yuki penasaran. Mereka mendekati pintu kamar Sou dan mulai menguping.
“Besok? Iya aku ingat. . . . aku suka,” terdengar suara Sou dari dalam.
Maruo dan Yuki kaget. Mereka lompat ke balik kursi. “Suka?! Mungkinkah dia punya kekasih?!” Yuki heran.
“Entahlah. Tapi dia sering mendapat telepon aneh sepanjang investigasi,”cerita Maruo.
Sou keluar kamar. Maruo dan Yuki kaget. Yuki buru-buru masuk ke kamarnya dan menutup pintu. Maruo yang kalah cepat hendak masuk kamar Yuki tapi keburu ditutup oleh Yuki. Sou heran melihat ulah kedua orang itu.
Ternyata hari ini chef menyuruh Sou untuk cuti. Pagi-pagi Sou telah berpakaian rapi dan keluar dari apartemen. Ia berjalan santai. Di belakangnya, Maruo dan Yuki yang menyamar, mulai mengikuti Sou.
“Apa tidak apa-apa kita mengikutinya (Sou)? Kalau begini, rencan piknik kita akan gagal,” protes Maruo.
“Shh!” Yuki tidak mengacuhkan Maruo dan tetap mengikuti Sou. Dan dasar Maruo, sempat-sempatnya ia mengambil kesempatan memeluk Yuki. Tentu Yuki kesal, akibatnya Maruo kena pukul oleh Yuki. (wkwkwkwk . . . dasar Maruo)
Sou tiba di kolam pemancingan. Ia memesan tiket masuk. “Keluarlah! Aku tahu kalian disana,” ucap Sou kemudian.
Maruo dan Yuki yang tidak punya pilihan akhirnya keluar. Mereka heran karena Sou sendirian.
“Tidak baik kalau kami ikut campur. Bukankah ada yang akan datang lagi, wanita?” tebak Maruo.
“Bodoh. Apa yang kalian katakan.”
“Tapi semalam kau mengatakan suka, apa artinya itu?”
“Huh? Oh itu . . . pizza,” ucap Sou santai.
“Pizza?!” Maruo dan Yuki kaget.
Yuki, Sou dan Maruo akhirnya memancing bersama. Sou menceritakan kalau hari ini adalah hari peringatan kematian ayahnya. Ayah Sou, seorang detektif meninggal 17 tahun yang lalu karena dibunuh oleh Jinno saat memancing bersama Sou. “Hari itu kami tidak mendapat apa-apa. Dia (ayah) bilang, lebih mudah menangkap penjahat dibanding menangkap ikan.”
Maruo dan Yuki tertegun mendengar cerita Sou. Mereka tidak pernah tahu kalau ada cerita seperti itu. Suasana berubah aneh. Tiba-tiba saja umpan di kail Yuki berhasil dimakan ikan. Ia menarik ikan itu dibantu Maruo. Mereka tertawa bersama. Sou hanya memandang mereka berdua, dan . . . tersenyum.
Hari berikutnya,
Yuki kembali bekerja di kafe seperti biasa. Sepertinya mood-nya hari ini sedang baik. Yuki melayani pelayan seperti biasa.
Sepasang pengunjung mengangkat gelas mereka untuk toas (atau dalam bahasa Jepang, kanpai). Terdengar suara ting. Yuki mendengarnya, dan mendadak . . . pingsan. Seisi kafe heboh kerena Yuki pingsan. Yuki menggumamkan nama seseorang.
“Jinno-sama,” ucap Yuki lirih sebelum pingsan.