Elang Kelana's Blog Private

Sinopsis-sinopsis Lama bagian dari Elang Kelana

Sabtu, 19 November 2016

Tokyo Dogs ep - 05

Salah satu anak buah Jinno yang dicurigai dan telah diintai oleh Sou ditemukan sudah menjadi mayat. Sou datang untuk menginvestigasi mayat itu. Ia menemukan sebuah buku catatan di kantong si mayat.

Tiba-tiba ponsel Sou bergetar. Sou mendapat telepon dari Maruo. Selepas kerja, Yuki menghilang. Dan saat ini belum tiba kembali ke apartemen.

“Hubungi yang lain dulu, aku akan segera kembali,” ucap Sou beranjak pergi dari TKP.

Sampai di apartemen . . .

“Shh!” Maruo baru saja membawa Yuki ke tempat tidurnya.

Oo . . . ternyata Yuki diajak minum oleh Yoshimura-kun untuk merayakan ingatannya yang hari ini telah kembali sebagian. Mereka tidak hanya berdua, tapi juga bersama dengan Horikawa. Sementara itu Horikawa yang mabuk terkapar di lantai tengah.

Sou lega karena Yuki baik-baik saja. Ia mendekati Horikawa yang mabuk, “Kenapa kau tidak menghubungi kami?”

“Yuki-chan yang melarangku. Katanya kita akan mati kalau menghubungimu. Yuki-chan ingin membuat Takakura-san khawatir . . . “ Horikawa mulai mengoceh tidak jelas.

Sou tentu saja kesal. Sudah membuatnya khawatir, eh sekarang pulang dalam keadaan mabuk pula.

Yuki tiba-tiba bangun. Karena mabuk pula ia mengoceh tidak jelas. Ia mendekati Sou yang syok dengan gumaman Yuki. Yuki memegang pundak Sou, dan . . . brug . . .

“Hei, hei! Jangan!” Maruo mengingatkan.

Sou menjatuhkan Yuki ke lantai.

“Argh . . . dia menjatuhkanku lagi, meski aku wanita,” gumam Yuki.

“Maaf. Jangan pernah memegang pundakku,” ucap Sou kemudian dan menghilang ke dalam kamarnya.

Akhirnya Maruo-lah yang membantu Yuki kembali ke kamarnya dan mengantar Horikawa pulang.



Hari berikutnya . . .

Yuki, Sou dan Maruo mendatangi rumah sakit. Mereka bertemu Yuri-san, dokter yang bertanggungjawab atas Yuki.

“Jadi kau masuk ruangan itu dengan kunci cadangan?” Tanya dokter Yuri.

“Ya.”

“Yuki hanya punya satu kakak perempuan di Jepang. Kalau ia bisa masuk dengan kunci cadangan, artinya itu kamar . . . “ ucapan Sou terputus.

“Kekasih Yuki,” lanjut dokter Yuri.

“Jadi Yuki punya kekasih di US,” Maruo bergumam kecewa.

Yuki juga menceritakan kalau ia melihat seseorang ditembak di ruangan itu, sebelum ia pingsan. Tapi Yuki tidak ingat siapa orang yang ditembak itu. Sou yang mulai tidak sabar mendesak Yuki untuk mengingatnya. Mereka akhirnya bertengkar. Dokter Yuri berusaha melerai mereka. Yuki akhirnya memilih pergi, dengan Maruo yang mengejar di belakangnya.

Maruo berusaha menghibur Yuki. Yuki pun akhirnya bisa kembali tersenyum. Maruo mengajak Yuki piknik, karena besok ia libur. Yuki menyetujuinya.

“Kalau aku pergi dengan Maruo, si keras kepala itu (Sou) pasti tidak akan marah,” ucap Yuki ceria.

Maruo kemudian menyanyikan lagi piknik anak-anak, dan meminta Yuki untuk melanjutkannya. Tapi sepertinya usaha Maruo percuma, Yuki sama sekali tidak ingat lagu itu.



Pusat kepolisan Jepang.

Maijima-san memberikan penjelasan. Gadis itu, Matsuko Reiko (17 tahun) melarikan diri dari rumah untuk menjadi model di sebuah agensi bernama Vintage.

“Bukankah ini tugas divisi anak-anak, kenapa harus kita (tim investigasi khusus)?” Maruo protes.

Maijima-san memukul kepala Maruo. Ia melanjutkan penjelasannya yang dipotong oleh Maruo. Agensi model itu dicurigai berhubungan dengan perdagangan obat gelap, yang disinyalir juga berhubungan dengan sindikat yakuza pimpinan Jinno. Jadi mereka juga harus mengikutsertakan gadis itu dalam investigasi disamping menginvestigasi agensi-nya.

“Pergilah bersama Sho. Disana banyak gadis-gadis cantik, kau pasti suka,” ucap chef Ootomo menepuk pundak Maruo.

“Ah, terimakasih chef. Aku sudah lulus hal itu,” Maruo tersenyum penuh kemenangan.



Maruo dan Sou mendatangai agensi Vintage yang dimaksud. Mereka ditemui oleh direktur agensi itu. Atas izin sang direktur, mereka bisa menemui para model yang sedang berada di ruang latihan.

Dan seperti biasa . . . Maruo mulai tebar pesona pada para gadis itu,” Serahkan padaku,” ucap Maruo bangga.

Tapi karena saking baiknya, bukannya mencari informasi mengenai peredaran obat terlarang, Maruo malah asyik ngobrol dengan mereka. Sou tentu saja kesal. Apalagi saat para gadis meminta tanda tangan Maruo.

“Maruo!” kali ini Sou sudah benar-benar kesal. Ia beranjak keluar ruang latihan. “Aku benar-benar tidak berguna di tempat seperti ini,” keluh Sou. (wkwkwkwk . . . ceritanya mengaku kalah nih)

Maruo menyusul Sou keluar. Mereka adu mulut, dan alhasil . . . tidak ada informasi yang mereka dapat. Sou dan Maruo beranjak pergi. Di lorong mereka bertemu dengan Reiko-chan. Reiko-chan yang tahu kalau mereka adalah polisi, mencoba melarikan diri. Tapi Sou dan Maruo berhasil menangkapnya, dan memaksanya pulang.



Kembali ke kantor polisi.

Maijima-san menagih hasil investigasi mereka. Sou dan Maruo gagal mendapatkan informasi dari Vintage. Maruo mulai menyalahkan Sou atas kegagalan itu. Tapi Sou tidak mengelak atau mendebatnya?

“Bersikaplah lebih baik pada wanita!” ucap Maijima-san pada Sou.

“Ya.” (hahahaha . . . Sou specless)

Berbeda dengan Sou dan Maruo, Suzu-san berhasil mendapat informasi mengenai orang yang mengedarkan narkoba itu. Namanya Ando. Dia pengedar di daerah Shibuya dan Harajuku. (yang heran kenapa muncul nama Harajuku disini, ini adalah nama nyata daerah di Tokyo. Istilah Stile Harajuku muncul karena anak-anak muda yang sering berkumpul di daerah ini dengan dandanan ekstrem dan aneh2). Ando juga berperan sebagai agen pencari bakat. Ia merupakan kekasih Reiko-chan, dan yang memperkenalkan dan membuat Reiko-chan berniat bergabung dengan agensi Vintage untuk menjadi model.

Keluar dari kantor, Sou dan Maruo berjalan bersama. Maruo melanjutkan investigasinya, tapi kali ini Sou tidak ikut.

“Aku ada urusan pribadi,” ucap Sou ketus.

“Hei, urusan pribadi apa? Bukankah kita teman?” cecar Maruo.

“Urusan pribadi adalah urusan pribadi. Itu bukan urusanmu. Lagipula aku tidak pernah menganggapmu teman,” Sou beranjak pergi meninggalkan Maruo yang masih kesal.



Sou pergi ke suatu tempat. Ternyata, tadi sebelum pergi, chef Ootomo memerintahkan Sou untuk melakukan investigasi terhadap nama yang tertera dalam buku catatan mayat salah satu anak buah Jinno yang ditemukan meninggal sebelumnya.

Sou menemui laki-laki itu di restoran. Ia datang dan tanpa babibu menggeledah lelaki itu, Nakao-san.

“Kalau aku memberikan informasi padamu, apa kau akan melindungiku?” tawar Nakao-san.

Nakao-san luluh oleh ancaman Sou tadi. Ia berniat untuk keluar dari sindikat yakuza itu.

Di tengah investigasi, ponsel Sou bergetar. Siapa lagi kalau bukan dari mamanya. “Sou-chan kau ingat hari Senin besok kan?”

“Ya.”

“Kau baik-baik saja?” Nakao heran melihat perubahan sikap Sou setelah menerima telepon.

Nakao lalu membuat perjanjian dengan Sou. Ia akan menjadi informan Sou tentang transaksi dan kegiatan sindikat.



Sementara itu Maruo, Horikawa, Yuki dan Maki makan malam bersama di apartemen. Mereka menggosipkan Sou yang menyebalkan dan selalu keras kepala. Tapi sepertinya hanya Maki yang berbeda pendapat, ia menganggap Sou sebenarnya orang baik.

Selesai makan, Horikawa mengantarkan Maki pulang.

“Sepertinya Maruo-san sangat menyukainya,” ucap Maki.

“Huh, siapa? Siapa?” Horikawa penasaran. “Yuki-chan?”

“Ya. Tapi Yuki-chan tidak menyukainya. Yuki-chan menyukai orang lain.”

“Siapa? Siapa? Yoshimura-kun?”

“Mung . . . kin . . . “ Maki membuat Horikawa malah semakin penasaran.

Ternyata Sou pulang ke rumah ibunya.

“Terimakasih kau sudah datang. Sou-chan tidak lupa dengan peringatan kematian ayahmu kan?” ucap nyonya Takakura menyambut putranya itu.

“Ya.”

Dirumah ternyata sudah berkumpul, ada juga Nakatani-kun, kekasih dari adiknya, Karin-chan. Sou jelous melihat anak satu ini. Mereka bertiga mulai meributkan makanan apa yang akan dipesan.

Tiba-tiba ponsel Sou bergetar. Telepon dari Nakao-san. Tapi di tengah pembicaraan, Sou selalu diganggu. Pertama ibunya, lalu adiknya Karin dan terakhir Nakatani-kun. Akhirnya Sou benar-benar kesal dan membentak Nakatani-kun. Baru ia bisa menelepon dengan tenang. Nakao-san ternyata memberitahu Sou kalau akan ada transaksi segera.



Di tempat lain, Suzu-dan dan Mashiko-san membuntuti Ando. Mereka mengintai Ando dari depan apartemennya. Tapi tidak tampak Ando akan keluar atau melakukan apapun. Mashiko-san mulai mengeluh, ia seharusnya ada di rumah bersama keluarganya.

Di tempat lain, Yoshimura-kun menerima telepon. Disini mulai kelihatan kalau doski terlibat dengan jaringan yakuza pimpinan Jinno. Tapi sepertinya Yoshimura-kun berniat untuk menghianati Jinno dan mengambil alih organisasi !



Sou dan Maruo kembali mendatangi Vintage. Seperti kemarin, mereka ditemui oleh sang direktur. Sou dan Maruo menceritakan tentang Ando yang ternyata seorang pengedar obat terlarang.

“Terimakasih atas informasinya. Aku akan segera mengambil tindakan, bahkan kalau perlu memecat Ando.”

Tapi Sou belum puas dengan jawaban direktur Vintage itu. Ia to the point menanyakan perihal peredaran obat terlarang di agensi itu, yang tentu saja tidak diakui oleh sang direktur.

Keluar dari ruangan, Sou dan Maruo kembali bertemu Reiko. Meski menolak dan berusaha melarikan diri, Sou dan Maruo tetap bersikeras membawa Reiko pulang ke rumah orang tuanya.

“Jika memang ia tetap bersikeras menjadi model, carilah agensi lain. Jangan di Vintage,” pesan Sou pada orang tua Reiko-chan.



Suzu-san dan Mashiko-san masih membuntuti Ando. Kali ini Ando datang ke sebuah hotel bersama seorang wanita yang tampak ketakutan. Tidak lama sesudahnya, wanita itu berlari keluar dengan menangis. Suzu-san mencegatnya dan bertanya apa yang terjadi. Wanita itu hanya menunjuk ke arah Ando yang terkapar dil lantai.

Ando ternyata ambruk di lantai. Ia mengalami overdosis.

“Ando! Ando! Bertahanlah!” Mashiko-san mendekati Ando.

Suzu-san lalu menghubungi ambulan. Mereka membawa Ando ke rumah sakit terdekat.



Sou kembali mendapat informasi dari Nakao-san. Malam itu ada transaksi. Nakao-san menyebutkan tempat dan jam transaksi, yang ternyata sejam lagi.

Maruo yang sedang berada di dekat Sou, curiga dengan telepon Sou. Karena waktu yang mepet, Sou berniat berangkat sendirian. Tapi Maruo berkeras mengikutinya.

“Apa yang kau lakukan disini?!” gertak Sou kesal melihat Maruo sudah ada di belakangnya.

“Bukankah dua orang lebih baik dari sendirian? Aku ingin menangkap Jinno. Jadi kau bisa segera kembali ke US secepatnya.”

Dan seperti biasa, sempat-sempatnya kedua orang ini berdebat hal tidak mutu di tengah investigasi. Tapi akhirnya Sou menghentikan perdebatan dan mereka masuk ke tempat transaksi yang dikatakan Nakao-san sebelumnya.



Sou melihat sekeliling. Ia heran, karena tempat ini terlalu sepi. Sou akhirnya menemukan Nakao-san, yang ternyata sudah babak belur.

“Nakao!”

“Sepertinya mereka tahu semuanya. Sulit untuk bisa mengkhianati sindikat ini,” Nakao-san lalu ambruk.

“Nakao!”

Sou dan Maruo dihujani tembakan dari arah tak terduga. Akhirnya mereka memilih menghindar dan tidak jadi menyelamatkan Nakao-san.

Adu tembak terjadi. Sou dan Maruo dengan kompaknya saling melindungi dan menyerang. Seorang penemak misterius terjatuh dan berhasil mereka tangkap.

“Kenapa kau tidak membunuhku saja?”

“Aku butuh banyak informasi darimu,” ucap Sou sambil membantu laki-laki misterius itu berdiri.

Tapi tidak lama, muncul penembak misterius lain. Dia menembak si laki-laki yang berhasil dilumpuhkan Sou sebelumnya. Sou kesal karena sumber informasinya mati. Ia lalu menembak membabi buta. Sou tampak sangat kesal karena kembali gagal menemukan Jinno.

Maruo hanya bisa terdiam melihat amarah Sou. Sekarang ia mengerti, betapa benci dan dendamnya Sou pada Jinno.



Sou dan Maruo kembali ke kantor. Mereka melaporkan apa yang terjadi kali ini pada chef Ootomo.

“Ah sudahlah, polisi tidak bisa selalu melakukan semuanya,” ucap chef kemudian.

Disini mereka juga akhirnya tahu, kalau Ando sang pengedar dalam keadaan sekarat karena overdosis. Sou termenung, ia memikirkan sesuatu.

Di tempat lain, direktur Vintage menelepon Reiko dan mengajaknya bertemu di suatu tempat. Reiko yang memang sangat ingin menjadi model, patuh saja. Di tengah jalan, mobil itu dihadang oleh Maruo dan Sou.

Sou dan Maruo memaksa mereka keluar dari mobil. Dalam waktu singkat, mereka berhasil membekuk sang direktur dan sopirnya.

“Kau sudah tahu kan seperti apa mereka sebenarnya? Mereka ingin membuatmu seolah bunuh diri, karena putus asa,” cerita Sou.



Reiko yang tadinya nyaris menangis, menghapus air matanya. Ia sekarang mengerti.

“Bagaimana kalian bisa menemukanku?” Tanya Reiko.

Maruo menceritakan kalau saat mereka keluar dari Vintage, Sou memasang gps di mobil direktur Vintage. Itulah kenapa mereka bisa dengan cepat mengetahui keberadaan Reiko-chan. “Dia hebat kan?” kali ini Maruo yang bicara.

“Aku juga punya mimpi . . . karena itulah aku bergabung dengan tim investigasi khusus. Karena aku ingin mewujudkan mimpi itu meski dengan jalan lain,” ucap Sou.

“Kau bilang . . . dengan jalan lain? Apa kau coba menghibur dan membesarkan hatiku?” Reicko-chan perlahan tersenyum

Maruo yang tahu kalau kali ini Sou mencoba bersikap baik pada wanita, tersenyum. “Tentu, begitulah,” ucapnya dengan senyum sumringah.

“Aku akan memberitahukan semua yang aku tahu tentang agensi itu,” ucap Reiko-chan kemudian.



Sou dan Maruo pulang ke apertemen. Di ruang tengah, Maruo mulai mengantuk.

“Hei kalau kau terlalu lelah begini, kita tidak bisa piknik besok,” protes Yuki-chan.

“Ah, tidak. Tidak. Aku tidak lelah, besok kita tetap jadi piknik,” elak Maruo.

Sou masuk, tapi langsung beranjak ke kamarnya. Ia tidak memperdulikan Maruo dan Yuki.

“Ada apa dengannya?” Yuki penasaran.

“Umm . . . banyak yang terjadi hari ini,” ucapan Maruo menggantung.

Di dalam kamar, Sou menerima telepon. Maruo dan Yuki penasaran. Mereka mendekati pintu kamar Sou dan mulai menguping.

“Besok? Iya aku ingat. . . . aku suka,” terdengar suara Sou dari dalam.

Maruo dan Yuki kaget. Mereka lompat ke balik kursi. “Suka?! Mungkinkah dia punya kekasih?!” Yuki heran.

“Entahlah. Tapi dia sering mendapat telepon aneh sepanjang investigasi,”cerita Maruo.

Sou keluar kamar. Maruo dan Yuki kaget. Yuki buru-buru masuk ke kamarnya dan menutup pintu. Maruo yang kalah cepat hendak masuk kamar Yuki tapi keburu ditutup oleh Yuki. Sou heran melihat ulah kedua orang itu.



Ternyata hari ini chef menyuruh Sou untuk cuti. Pagi-pagi Sou telah berpakaian rapi dan keluar dari apartemen. Ia berjalan santai. Di belakangnya, Maruo dan Yuki yang menyamar, mulai mengikuti Sou.

“Apa tidak apa-apa kita mengikutinya (Sou)? Kalau begini, rencan piknik kita akan gagal,” protes Maruo.

“Shh!” Yuki tidak mengacuhkan Maruo dan tetap mengikuti Sou. Dan dasar Maruo, sempat-sempatnya ia mengambil kesempatan memeluk Yuki. Tentu Yuki kesal, akibatnya Maruo kena pukul oleh Yuki. (wkwkwkwk . . . dasar Maruo)



Sou tiba di kolam pemancingan. Ia memesan tiket masuk. “Keluarlah! Aku tahu kalian disana,” ucap Sou kemudian.

Maruo dan Yuki yang tidak punya pilihan akhirnya keluar. Mereka heran karena Sou sendirian.

“Tidak baik kalau kami ikut campur. Bukankah ada yang akan datang lagi, wanita?” tebak Maruo.

“Bodoh. Apa yang kalian katakan.”

“Tapi semalam kau mengatakan suka, apa artinya itu?”

“Huh? Oh itu . . . pizza,” ucap Sou santai.

“Pizza?!” Maruo dan Yuki kaget.

Yuki, Sou dan Maruo akhirnya memancing bersama. Sou menceritakan kalau hari ini adalah hari peringatan kematian ayahnya. Ayah Sou, seorang detektif meninggal 17 tahun yang lalu karena dibunuh oleh Jinno saat memancing bersama Sou. “Hari itu kami tidak mendapat apa-apa. Dia (ayah) bilang, lebih mudah menangkap penjahat dibanding menangkap ikan.”

Maruo dan Yuki tertegun mendengar cerita Sou. Mereka tidak pernah tahu kalau ada cerita seperti itu. Suasana berubah aneh. Tiba-tiba saja umpan di kail Yuki berhasil dimakan ikan. Ia menarik ikan itu dibantu Maruo. Mereka tertawa bersama. Sou hanya memandang mereka berdua, dan . . . tersenyum.

Hari berikutnya,

Yuki kembali bekerja di kafe seperti biasa. Sepertinya mood-nya hari ini sedang baik. Yuki melayani pelayan seperti biasa.

Sepasang pengunjung mengangkat gelas mereka untuk toas (atau dalam bahasa Jepang, kanpai). Terdengar suara ting. Yuki mendengarnya, dan mendadak . . . pingsan. Seisi kafe heboh kerena Yuki pingsan. Yuki menggumamkan nama seseorang.

“Jinno-sama,” ucap Yuki lirih sebelum pingsan.

Jumat, 18 November 2016

Tokyo Dogs ep - 04

“Ya ampun, bahkan ibu rumah tangga menggunakan narkoba sekarang?” keluh Maruo yang kali ini bersama Sou mengintai transaksi narkoba di depan sebuah toko serba ada.

Hari itu jam lima pagi. Dan karena suspect-nya adalah ibu rumah tangga, rupanya ia memanfaatkan keramaian saat bukanya toko serba ada di pagi hari.

“Lihat, toko itu buka jam lima. Kalau keadaan ramai, kita pasti sulit untuk mengidentifikasi si pelaku,” keluh Maruo.

“Karena itulah kita perlu menyusup,” ucap Sou sambil melangkah ke arah toko tanpa menunggu persetujuan Maruo.

Toko itu buka jam lima tepat. Mereka membuka sesi “all you can bring, it’s you must pay”. Jadi seberapapun mereka mampu membawa/memasukkan ke dalam plastic, maka akan dihitung satu kantong plastic saja. Hal ini tentu saja merupakan momen istimewa bagi para ibu.

Maruo dan Sou menyusup ke dalam diantara ibu-ibu itu. Dan mau tidak mau, mereka harus mengikuti cara ibu-ibu itu memasukkan bahan makanan ke dalam kantong plastic, tidak peduli bahkan itu sudah penuh.

“Tapi ini melanggar aturan,” protes Sou yang tidak dipedulan oleh ibu-ibu itu.

Tidak lama kemudian, si pengedar narkoba beraksi. Sou dan Maruo yang mengetahuinya, langsung beraksi. Sou mencegat si pengedar, sementara Maruo mencegat ibu rumah tangga yang menjadi konsumennya.

“Miss, bisakah kita bicara?” wanita itu tadinya hendak melarikan diri. Tapi melihat si pengedar sudah lebih dulu tertangkap, ia lemas dan menyerah.



Sebuah perusahaan roti mendapat surat ancaman.

“Berikan aku 100 juta yen, atau keluarga bahagia yang makan roti dari Mochizuki akan mati.”

Unit investigasi khusus sudah berkumpul. Mereka melakukan meeting dalam rangka menanggapi si pengirim surat ancaman tadi yang juga meletakkan racun, potassium sianida pada roti yang ada di pasaran.

Maijima-san, satu-satunya personel cewe di tim khusus itu tertegun melihat symbol yang ada di akhir surat ancaman itu. symbol itu mengembalikan ingatannya pada sebuah peristiwa beberapa tahun sebelumnya.

“Meskipun di print, sepertinya tulisan di surat ancaman ini berasal dari prosesor lama,” ucap Maijima-san.

“Bagimana, kau akan ikut?” Tanya chef Ootomo.

“Ya, aku akan ikut.”



Sementara itu, di kafe tempat Yuki bekerja, tampak pacar Horikawa, Maki datang. Dalam waktu singkat, ia bisa menebak apa saja yang dilakukan oleh Horikawa.

“Kau bilang, kau depresi karena tidak bisa melakukan pekerjaan investigasi seperti biasanya,” komentar Maki.

Yuki yang mendengar cerita Maki sedih. Horikawa terpaksa harus bekerja di kafe itu untuk menjaga Yuki, sehingga ia tidak lagi bertugas di lapangan bersama Maruo.Yuki minta maaf.

Chef kemudian menyuruh Yuki untuk mengantarkan pesanan pada pelanggan. Tidak sengaja Yuki menumpahkan minuman itu ke dokumen yang dibawa si pelanggan itu. Dia marah-marah pada Yuki. Yoshimura yang tahu hal itu mendekat. Ia berusaha menenangkan si pelanggan, yang kemudian dengan sedikit ancaman, berhasil ia taklukkan. (hmmm . . . sepertinya si pelanggan ini ada hubungannya dengan yakuza dan Yoshimura, jadi dia manut sama Yoshimura)



Kepolisian mencurigai pelaku pengirim surat ancaman di toko roti itu adalah penjahat yang sama seperti beberapa tahun sebelumnya, Tamura. Tamura sendiri belum lama baru keluar dari penjara karena kejahatannya itu. Tidak sulit bagi unit investigasi khusus untuk mengetahui rumahnya. Kali ini shif jaga bagi Maruo dan Sou.

Maruo baru saja kembali dari membeli makanan. Ia menemui Sou yang duduk di belakang kemudi mobilnya. “Ini dingin sekali. Apa ada perkembangan dari Tamura?”

“Dia belum kembali. Aku penasaran dimana dia sekarang,” ucap Sou tidak beralih dari memandangi rumah Tamura.

“Mungkinkah dia sedang menyebarkan racun di roti? Ini, kita lihat foto Tamura,” ucap Maruo sambil mengambil berkas berisi artikel penangkapan Tamura beberapa tahun sebelumnya,” Wajahnya biasa saja, hantu makanan akhirnya ditangkap, huh? Lihat ini, Maijima-san tampak manis ketika lebih muda. Tidak tertarik?” Maruo melihat ke arah Sou. (maksud hati ingin menjodohkan Maijima-san sama Sou, hahaha). Sebelum memasukkan racun, ia membuat surat tantanga, untuk meminta uang pada korban. Modus operandinya ini membuatnya menjadi pahlawan bagi beberapa orang. Itu yang dikatan,” Maruo berhenti membaca artikel itu.

“Bodoh! “

“Maijima-san dan Tamura ini memiliki suatu hubungan, aku pikir. Kenapa ia tidak mengatakan apapun?”

“Jika ia tidak ingin mengatakan apapun, kita tidak seharusnya ingin tahu.”

“Mungkin . . . mantan pacarnya?” Maruo masih saja usil.

“Berhentilah berasumsi yang aneh-aneh,” tegur Sou.

Maruo kemudian membuka plastic berisi makanan yang tadi dibelinya. Ia mengeluarkan semangkuk soup panas—Dashi/oden—(soup khas Jepang yang terbuat dari ikan dan tumbuhan laut lain) dengan sumpitnya. Maruo membaui soup itu dengan semangat. Sou protes melihat Maruo makan sambil menginvestigasi.

“Dalam investigasi, harusnya kau membiarkan satu tanganmu tetap bebas.”

“Makan roti dan susu hanya ada dalam drama detektif. Detektif sungguhan makan oden seperti ini,” elak Maruo.

“Bohong! Kalau si pelaku datang, apa yang akan kau lakukan dengan soup itu? Apa kau akan membuangnya?”

“Tidak bisakah aku tetap membawanya sambil berlari?”

“Itu akan tumpah, dan itu panas,” Sou mulai terpancing emosi.

“Kan bukan kau yang memakannya!” Maruo tidak terima.

“Shhh!!!”

Seperti biasa, mereka berdua berdebat hal tidak mutu saat investigasi. Maruo lalu mulai makan oden itu dengan nikmatnya, dan (liat deh muka anehnya Sou), Sou yang kepengen hanya bisa melihat. Hingga akhirnya, Sou meminta Maruo menyisakan bagian untuknya. Maruo heran.

“Ayo ganti shif,” Maijima-san tiba-tiba datang dan mengagetkan mereka berdua.



Maruo kembali ke apartemen. Ia makan bersama Yuki, dan diakhiri dangan minum bersama. Yuki menceritakan betapa cool-nya Yoshimura saat menolongnya tadi.

“Aku juga bisa melakukannya,” Maruo lalu mulai mempraktikkan seperti Yoshimura, tapi tidak diabaikan oleh Yuki. “Ah, ayo beri komentar.”

Tapi sepertinya Yuki sudah asyik dengan minumannya, dan sedikit mabuk. Yuki meminta pada Maruo agar Horikawa kembali bertugas di lapangan, tidak perlu menjaganya lagi. Yuki meyakinkan kalau ia akan baik-baik saja karena ada Yoshimura. Tapi Maruo tidak mengijinkan, karena ia tahu, Sou pasti tidak akan setuju.

“Ngomong-ngomong, kau bisa bersandar di tanganku ini,” Maruo menjulurkan tangannya dan meletakkannya di kursi, menawari Yuki untuk bersandar disana.

Yuki yang setengah mabuk mengiyakan saja tawaran Maruo. “Baiklah . . . “

“Eh? Kau bercanda?” Maruo syok sendiri karena Yuki tidak menolak ulah usilnya satu ini. “Serius?” (kalau ngeliat mukanya Maruo bawaannya pengen ketawa aja). Maruo merapikan kumisnya dan bertampang playboy, lalu, “Itadakimasu—kalimat ini biasanya digunakan untuk mengawali makan, tapi dalam kasus Maruo, dia mau mencium Yuki—.

Tapi . . . “Huh? Ada apa? Tidakkah wanita ini milikku (saat ini maksudnya). Aku Maruo, raja group kencan?” Maruo heran sendiri, seorang raja group kencan sepertinya tidak bisa mencium gadis di depannya. (hahaha . . . kucing dikasi ikan, tapi ga berani makan ikannya)



Hari berikutnya, Sou dan Maruo bersama yang lainnya dari tim investigasi khusus kembali berkumpul. Mereka membahas surat ancaman dari Tamura yang datang lagi dan meminta uang disertai tempat pertemuan untuk menyerahkan uang itu. Kali ini Maijima-san yang akan kembali melakukannya. “Aku yang akan menangkapnya dengan tanganku sendiri.”

Selesai meeting, Sou, Maruo dan Suzu-san datang ke kafe tempat Yuki bekerja. Mereka membahas kasus itu. Horikawa yang tertarik dan kembali bersemangat karena ada kasus mendekat dan ikut mendengarkan.

“Suzu-san, sebenarnya ada apa dengan Maijima-san dan Tamura dulu?” Tanya Sou.

“Maijima-san dan Tamura, memiliki hubungan yang unik,” ucap Suzu-san sebelum memulai ceritanya.

Beberapa tahun yang lalu, setelah berhasil mengancam beberapa perusahaan makanan, Tamura menjadi pahlawan bagi sebagian orang. Saat itu Maijima-san lah menangani kasusnya. Suatu kali, hari pernikahan Maijima-san. Unit investigasi khusus mendapat informasi mengenai keberadaan Tamura ini. Mengetahui apa yang terjadi, Maijima-san meninggalkan upacara pernikahannya. Ia memilih untuk menangkap Tamura. Tamura pun berhasil tertangkap, tapi pernikahan Maijima-san gagal. Sejak saat itulah, Maijima-san tidak pernah lagi menangani kasus lapangan.

“Jadi begitu kejadiannya,” gumam Sou kemudian.



Sou dan Maruo membawa Yuki untuk check up, menemui dr. Yuri, psikolog dan ahli neurologi yang menanganinya. Yuri menanyakan beberapa pertanyaan, termasuk mengenai perkembangan hubungan socialnya selama bekerja di kafe.

“Aku tidak tahu, apa aku menyukai Yoshimura-kun sebagai laki-laki. Tapi, tiap kali bersamanya, aku selalu merasa nyaman,” cerita Yuki.

“Apa itu berbeda dengan rasa suka?” Sou nyambung ucapan Yuki.

“Aku pikir itu berbeda. Ah kau tidak tahu mengenai hal seperti itu. Karena kau Takakura Sou.”

“Dia tidak tahu kata “cinta”. Dia . . .” Maruo menghentikan kalimatnya ketika Sou menoleh kearahnya dengan wajah tidak enak.

Kali ini Sou menunjukkan dua buah foto pada Yuki. Foto seseorang yang diidentifikasi sebagai anak buah Jinno. Dr. Yuri protes karena seperti biasa, Sou memaksa Yuki untuk mengingatnya. Maruo juga ikut memprotes sikap Sou. Akhirnya Sou memilih pergi.



Hari yang dijanjikan pada surat ancaman dari Tamura.

Beberapa personel unit investigasi khusus sudah bersiap di pos masing-masing. Tidak ketinggaln Sou dan Maruo dengan teropong masing-masing bertelungkup di rerumputan.

Tiba-tiba telepon Sou bergetar. Seperti biasa itu telepon dari ibunya. Ia menanyakan berapa jumlah uang yang diminta Sou, nyonya Takakura merasa kalau anaknya, Sou yang menelepon dan meminta sejumlah uang. Sou mengelak. Sementara Maruo yang ada di sebelahnya hanya melihat dengan kesal sikap Sou. Ketika seseorang mendekat Maijima-san—yang bertugas membawa uang—, Sou memaksa mematikan teleponnya dan berpesan untuk tidak memberikan uang pada siapapun.

Seseorang mendekati Maijima-san. Seluruh unit bersiaga, tapi ternyata orang itu bukan Tamura. Ia protes pada Maijima-san karena menghalanginya saat akan membuat sketsa. Pemuda itu akhirnya pergi.

Tidak berselang lama, seorang anak kecil mendekat. Ia memberikan sebuah surat pada Maijima-san.

“Darimana kau mendapatkan ini?” selidik Maijima-san.

“Seseorang memberiku saat aku bermain tadi,” ucap gadis itu polos.

Surat itu ternyata berisi petunjuk baru. Tamura memindahkan tempat pertemuan.



Maijima-san berlari sambil memberitahukan tempat pertemuan pada unit yang lain lewat alat komunikasinya. Sementara itu Sou dan Maruo mengintai dari sisi mobil di dekat Maijima-san berada sekarang. Dan seperti biasa, mereka berdua berdebat hal tidak mutu.

“Mengetahui kalau itu Maijima-san, dia mungkin mengubah strategi,” gumam Sou.

“Aku benar-benar tidak mengerti,” keluh Maruo.

“Aku tidak meminta jawabanmu,” ucap Sou sambil memandang ke arah Maruo.

“Aku dalam proses menjadi bagian elit kepolisian Jepang.”

Sou tertawa, “Aku dengar kepolisan Jepang cukup terkenal. Aku akan melihat bagaimana nantinya kau.”

“Hei, hei . . . kau mulai memandang rendah orang lain lagi!” protes Maruo.

“Mulailah dengan membaca sepuluh buku dasar tentang psikologi criminal,” saran Sou.

“Aku tidak mau. Aku ngantuk kalau membaca buku.”

“Bacalah sambil makan permen karet,” saran Sou.

“Aku tetap merasa ngantuk meski sudah makan permen karet.”

“Kalau begitu makan 100 permen karet sekaligus!” Sou mulai terpancing.

“Jika aku memasukkan 100 permen sekaligus, mulutku akan penuh! Dan aku tidak bisa mengunyahnya!”

“Kunyah itu meskipun penuh, dan mulailah membaca saat itu juga!” Sou memberikan saran yang semakin tidak masuk akal.

“Kenapa kau memaksaku membaca?!” Maruo kesal.

“Sssh. Konsentrasi!” (Kelana ga pernah ngerti dua polisi ini, aneh bin ajaib, hahaha . . . ga bisa nahan tawa kalau mereka udah mulai adu mulut gini)

Maijima-san menemukan sebuah kotak kertas, dan membukanya. Disana ada sebuah ponsel. Tidak lama kemudian, ponsel itu berdering. Maijima-san mengangkatnya.



Si penjahat meminta Maijima-san untuk melemparkan tas berisi uang yang dibawanya pada truk warna hitam yang akan segera melintas. Semua unit bersiap.

Sebuah truk berwarna hitam melaju di jalan yang ada di bawah tempat Maijima-san berada. Ia kemudian melemparkan truk itu ke atas truk. Sou bergegas kembali ke mobil dan mengejarnya, tapi melihat ada mobil lain yang mendadak keluar dari trowongan yang sama, Sou mengubah rencanya.

“Ikuti mobil warna silver itu,” perintah Sou yang diiyakan Maruo disusul Maijima-san.

Sementara itu Suzu-san dan Mashiko-san menyusul truk itu ke trowongan. Disana mereka menemukan truk itu dalam keadaan kosong. Truk itu adalah truk curian.



Maruo, Sou dan Maijima-san melanjutkan pengejaran. Hari sudah beranjak malam.

“Bagaimana kau bisa mengenali kalau itu mobil si pelaku, bukankah banyak mobil lain yang serupa?” Tanya Maruo sambil menyetir. (Maruo payah nih)

“Tentu saja aku tahu. Dari plat mobilnya,” jawab Sou yang menyuruh Maruo untuk mempercepat pengejaran.

Sou mengelurkan setengah badannya di jendela mobil. Ia mulai menembaki mobil si pelaku. Tidak lama kemudian mobil yang mereka kejar berhenti. Maijima-san bergegas keluar diikuti Sou dan Maruo. Mereka memaksa sopir mobil itu keluar . . . ternyata, dia bukan pelaku yang mereka kejar.

Mereka mengejar mobil yang salah. Si sopir mengaku tidak tahu apa-apa, ia hanya menurut saja untuk menyetir ke arah itu, karena ditodong senjata api sebelumnya.



Kembali ke kantor pusat kepolisian Jepang. Sementara Sou asyik sendiri dengan kegiatannya, (kali ini yang dibuka Sou google, bukan glegle seperti di Conan, hihihi) rupanya ia sedang mencari artikel terkait dengan peristiwa yang sama beberapa tahun silam.

“Jadi dia hanya pengalih perhatian yang ditodong pelaku sebenarnya dengan senjat api?” Tanya chef Ootomo.

“Itu tidak seperti gaya Tamura,” Maijima-san curiga.

“Itu benar,” sambung Sou dari arah belakang. “Mashiko-san, bisakah aku minta tolong untuk mengidentifikasi beberapa hal?”



Beda di kepolisian, beda pula di bar tempat Yoshimura-kun berada. Yoshimura kembali pada sifat asalnya, bagian dari Yakuza. Kali ini ia tengah memukuli salah seorang anak buah Jinno. Orang ini yang tadi gambarnya ditunjukkan Sou pada Yuki.

“Kau pikir, setelah menghianati bos, kau bisa hidup tenang?” tantang orang itu.

Tanpa ragu Yoshimura mengambil pistol dan menembak orang itu.

Sementara itu, Maruo kembali datang ke kafe. Kali ini ia bersama Shigeo.

“Bagaimana investigasi berjalan? Aku penasaran karena sepertinya kalian bekerja keras,” Horikawa penasaran.

“Tempat ini pos penting bagimu,” Maruo berusaha menghibur Horikawa.

“Ah ya, bagaimana kalau datang ke group kencan, Horikawa-san?” ajak Shigeo. “Sekali-sekali tidak apa-apa kan? Kali ini kamu mengundang perawat.”

“Jika mengajakku, sepertinya lebih baik kalau kau mengajakku bekerja,” ucap Horikawa kemudian.

“Ah, aku benar-benar tidak mengertimu,” ucap Shigeo.

Yuki kemudian datang membawakan minuman pesanan mereka.

“Apa, group kencan dengan perawat?” Yuki ikutan nimbrung.

“Itu, bukan seperti itu,” elak Maruo. “Maksudku, meskipun ada mereka, aku tidak akan pergi.”

“Kenapa kau bicara seperti itu presiden? Bukankah perawat adalah favoritmu?” protes Shigeo (hahaha . . . ni anak kagak ngerti ya, kalau Maruo lagi pengen merubah image-nya di depan Yuki)

“Bukan seperti itu!” Maruo kesal pada Shigeo.

“Kau benar-benar menyukai mereka kan, Maruo?” ucap Yuki sambil beranjak pergi.

“Kau sebenarnya kenapa Presiden?” Tanya Shigeo.

Maruo hanya bisa memandangi kepergian Yuki dengan muka pasrah. Gagal sudah usahanya untuk menarik perhatian Yuki.



Sementara itu Sou pulang ke rumah ibunya. Ibunya menceritakan tentang insiden telepon itu. Nyonya Takakura benar-benar menganggap kalau itu Sou karena orang di telepon itu bilang “Ini aku”.

“Mama terlalu baik pada orang,” ucap Karin adik Sou kali ini.

Benar saja, nyonya Takakura memang terlalu berbaik sangka pada orang. Ia sulit untuk menolak permintaan orang lain, termasuk memesan susu yang sedang mereka nikmati itu.

“Kalau kakak tidak sering-sering berkunjung, keluarga Takakura pasti dalam masalah,” ucap Karin lagi yang diiyakan mamanya.

“Aku selesai mandi,” tiba-tiba Nakatani-kun, pacar Karin keluar dengan hanya menggunakan handuk.

Sou syok karena melihat Nakatani-kun seperti itu. “Dia sudah seperti jadi bagian dari keluarga ini,” gumam Sou.



Kembali ke markas kepolisian Jepang.

“Kau curiga kalau ini bukan perbuatan Tamura kan, Maijima-san?” Tanya Sou.

Akhirnya Maijima-san mengakui kalau sejak awal dia memang curiga, kalau kasus ini bukanlah perbuatan Tamura. Karena memang yang dilakukan sekarang bukanlah gaya Tamura. “Meski aku ingin percaya kalau ini bukan perbuatan Tamura, tapi aku seorang detektif. Aku belum akan men-judge­ sebelum melakukan investigasi,” tegas Maijima-san.

Telepon di seberang ruang berbunyi. Mashiko-san yang mengangkatnya. Ternyata itu dari Tamura, ia meminta untuk bertemus secara pribadi dengan Maijima-san.

Maijima-san memenuhi permintaan Tamura untuk bertemu di halaman sebuah kuil. “Aku kaget melihat berita di televisi. Sekarang ini aku sudah hidup tenang dan bekerja dengan baik,” ucap Tamura.

“Aku tahu. Aku juga ingin mempercayai kalau kau bukan pelakunya. Tapi . . . “

“Jadi kau juga mencurigaiku? Kau menakutkan,” sesal Tamura.

“Aku seorang detektif. Aku harus memastikan telebih dahulu semuanya.”



Sou dan Maruo baru keluar dari kantor pusat dan sekarang berada di basement. Tiba-tiba ponsel Maruo berdering, dari Mashiko-san. Ada kabar kalau mereka berhasil mengidentifikasi pelaku yang mencampurkan racun pada roti di pasaran.

“Aku punya ide bagus, dimana pelaku itu tinggal,” ucap Sou.

“Huh?” Maruo tidak mengerti tapi tetap mengikuti Sou.

Sementara itu di kafe, Horikawa mendengar pembicaraan dua orang mahasiswa yang datang ke kafe itu. Mereka membicarakan tantang pelaku kejahatan racun roti itu. Horikawa penasaran.

“Dari universitas mana kalian? Apa kalian tahu soal “dia” ini?” Tanya Horikawa.

“Eh? Universitas Touritsu,” jawab mahasiswa itu.

Horikawa berusaha menghubungii Maruo dan Sou untuk memberitahukan informasi mengenai si pelaku. Tapi telepon kedua orang itu mati. Horikawa panic.

“Pergilah! Bukankah universitas Touritsu tidak jauh? Aku tidak apa-apa,” ucap Yuki yang tahu keadaan Horikawa.

Horikawa sempat bimbang, tapi kemudian ia menyetujui usul Yuki. Horikawa bergegas mendatangi universitas Touritsu dan mencari si pelaku.



Sepeninggal Horikawa, Yuki dan Yoshimura membereskan kafe. Sementara Yoshimura memperbaiki lampu, Yuki memasang bunga di atas jendela kaca. Melihat kaca, Yuki sekilas mendapatkan kembali ingatannya. Beberapa kali Yuki kembali mengingat, hal itu membuatnya pusing, dan Yuki ambruk.

“Yuki-chan, kau baik-baik saja?” Yoshimura membantu Yuki yang ambruk di lantai untuk bangun.

“Ah ya, aku baik-baik saja.”



Sou dan Maruo mendatangi apartemen tempat si pelaku tinggal. Dengan peralatan yang dibawanya, dengan mudah mereka berdua masuk. Tapi tidak ada seorangpun di ruangan itu.

“Sepertinya pelaku itu tidak bekerja sendirian,” Maruo berkeliling. Ia menemukan sebuah laptop dengan prosesor lama yang digunakan si pelaku.

Mereka berdua juga menemukan potongan kertas berisi surat ancaman yang sudah di-print dan siap digunakan. Selain itu tampak juga beberapa peralatan kimia dengan potassium sianida ada disana. Maruo juga menemukan senjata api yang disimpan si pelaku diantara deretan buku di lemari.

Di tempat lain, Suzu-san dan Mashiko-san yang sudah mendapatkan identitas dan foto si pelaku mencari keberadaannya. Mereka menanyakannya pada toko-toko yang berada di sekitar tempat ditemukannya roti dengan surat ancaman dan racun di dalamnya.



“Ooyama!” Horikawa lebih dulu menemukan pelaku yang ternyata sedang duduk santai sambil makan dan menonton tv di kafe universitas.

Horikawa berusaha menghajar si Ooyama. Tapi karena sendirian, Horikawa berhasil dilumpuhkan oleh teman-teman si pelaku. Ooyama kemudian menarik gadis di sebelahnya dan menjadikannya sandera.

Tidak lama sesudahnya, Suzu-san dan Mashiko-san tiba di kafe itu juga. Suzu-san berusaha mendekati Ooyama untuk mengulur waktu dalam rangka menyelematkan sandera. Suzu-san mengajak Ooyama bicara.

Ternyata Sou dan Maruo juga tiba. Segera Sou melumpuhkan Ooyama dari arah belakang dan menyelamatkan si sandera. Mashiko-san dan Suzu-san juga bertindak hal yang sama terhadap teman-teman si pelaku, begitu juga Maruo.

“Horikawa, kenapa kau ada disini?!” Sou marah karena Horikawa malah meninggalkan Yuki di kafe.

Bukan Horikawa yang menjawab,” Dia langsung pergi dan kembali pada Yuki,” ujar Maruo yang datang menggantikan Horikawa.



Komplotan si pelaku tertangkap. Maijima-san juga datang. Ia menampar wajah Ooyama.

“Kau sudah membuat orang yang tidak bersalah dan sudah tobat dicurigai!”

“Aku juga korban!” elak Ooyama.

“Kau yang terburuk. Kau harus mempertanggungjawabkan perbuatanmu ini!”

Ternyata Ooyama melakukan ini dalam rangka balas dendam pada perusahaan roti itu. Ia merupakan pekerja paruh waktu yang dipecat dan tidak bisa bekerja lagi disana.

Maruo, Suzu-san dan Mashiko-san membawa para penjahat itu ke kantor polisi. Sementara itu tinggal Sou dan Maijima-san di belakang.

“Anda sudah bekerja keras,” ucap Sou.

“Sudah lama sejak aku merasa selelah ini menangani kasus,” ujar Maijima-san pula.

Tiba-tiba ponsel Sou berbunyi, dari chef Ootomo. “Halo?”

Horikawa kembali ke kafe untuk menemui Yuki.

Maruo kembali ke apartemen. Ia juga tidak menemui Yuki di apartemen. Yuki belum kembali ke apartemen! Maruo bergegas pergi.

Telepon dari chef Ootomo ternyata mengenai kasus pembunuhan. Ditemukan mayat laki-laki yang belakangan sedang diselidiki oleh Sou terkait kelompok yakuza Jinno.

“Apa ini tantangan dari Jinno?” gumam Sou.

Kamis, 17 November 2016

Tokyo Dogs ep - 03

Karena peristiwa penculikan anak seorang pengacara, sedikit dari ingatan Yuki kembali. Ia merasa melihat peristiwa seseorang ditodong dengan senjata, tapi hanya sampai disitu saja, tidak ada lagi.

Sou mendatangi psikiater yang menangani Yuki, Yuri. Mereka berdua berdiskusi mengenai akar penyebab Yuki kehilangan ingatan.

“Aku pikir, memory ini yang menyebabkan Yuki kehilangan memorynya yang lain,” ucap Sou.

Yuri mengiyakan asumsi Sou, “Syok yang luar biasa ketika melihat seseorang terbunuh bisa saja membuatnya (Yuki) kehilangan ingatan.”

Tapi tidak berlangsung lama, mereka berdua kembali beradu argumentasi. Sou memaksa Yuri untuk melakukan berbagai cara agar membuat ingatan Yuki segera kembali yang tentu saja tidak disetujui oleh Yuri. Sou yang kesal akhirnya memilih pergi.

Maruo mendatangi kedai seorang nenek. Ternyata kedai itu milik nenek dari salah satu anak buahnya di gang motor ketika sekolah dulu, Shige. Shige meminta bantuan Maruo untuk mengusir para penagih hutang yang selalu memaksa nenek Shige untuk menjual kedai itu pada mereka. Maruo menghubungi Sou dan memintanya untuk datang juga. Dan seperti biasa, Sou datang dengan . . . senjata teracung (repotnya pak pol satu ini . . . dimana2 bawa senjata, haiks)

“Ini bukan bagian pekerjaan divisi investigasi khusus!” protes Sou sambil berdiri hendak beranjak pergi.

Tapi Maruo memaksa Sou untuk tinggal. Nenek pemilik kedai menanyakan apa pesanan mereka. Tapi karena pendengarannya yang sudah berkurang (parah), nenek Shige tidak bisa mendengar ucapan mereka. Maruo memakluminya dan menyerah dengan apa yang didengar si nenek. Tapi berbeda dengan Sou. Dia tetap memaksa menjelaskan pesanannya pada si nenek. (parah dah . . . pake tereak2 segala pula). Akhirnya setelah beberapa kali menjelaskan tanpa hasil, Sou menyerah dengan apa yang didengar oleh si nenek.

Pesanan Sou keluar. Ia menikmati makanan itu dengan enjoy, sementara Maruo hanya terbengong-bengong dengan sikap Sou yang sangat mudah berubah itu. Tidak lama sesudahnya sekelompok penagih hutang datang. Mereka mulai mengobrak abrik kedai dan meminta uang pembayaran pada si nenek. Mulanya Sou, Maruo dan Shige diam saja, tapi melihat ulah penagih hutang itu yang sudah keterlaluan mereka bertindak. Dengan mudah Sou dan Maruo meringkus pada penjahat itu.

“Kami polisi,” ucap Maruo sambil menunjukkan lencananya.

Melihat mereka polisi, salah seorang penjahat melarikan diri. Shige mengejarnya, disusul Maruo. Sayangnya mereka berdua kehilangan jejak penjahat itu.



Pagi harinya,

“Maaf, kami terlambat,” Sou dan Maruo tiba di TKP.

Tampak pihak forensic sedang membawa sesosok tubuh tak bernyawa dengan luka tembak di dahi. Sou mendekati mayat itu dan membuka kain penutupnya, ia kaget.

“Maruo, lihat.”

Maruo mendekat dan mengikuti ucapan Sou. Maruo juga kaget, karena mayat itu adalah orang yang semalam kabur saat mereka berada di kedai milik nenek Shige.

“Apa kau kenal dia?” Tanya Suzuki-san.

“Ah tidak. Aku hanya tahu lelaki ini semalam di kedai milik temanku.”

Kembali ke kantor pusat kepolisian Jepang. Meeting dimulai. Korban yang ditemukan bernama Furukawa, seorang penagih hutang yang dipekerjakan oleh perusahaan peminjam uang. Dari hasil investigasi, mereka berkesimpulan kalau tersangka pembunuhan adalah Kabata Shigeo. Karena malam sebelumnya Furukawa lolos ketika akan ditangkap saat menagih uang di kedai milik nenek Shigeo. Motifnya adalah balas dendam.

Maruo tidak percaya kalau yang melakukan ini adalah Shigeo. Ia berkeras kalau Shigeo punya alibi dan berniat membuktikan alibi itu. Maruo yang kesal keluar dari kantor. Ia mencoba menghubungi Shigeo, tapi gagal.

Sou dan Horikawa pulang ke apartemen. Disana sudah ada Matsunaga Eri, kakak perempuan Yuki.

“Maaf kalau Yuki sudah menyusahkan kalian. Aku Eri, kakak perempuan Yuki.” (kalau ada yang inget, yang jadi Eri ini maen juga di Atashinci no Danshi jadi ex-pacar Sou-Mukai Osamu)

Sou mencoba menggali informasi mengenai Yuki. Tapi ternyata Eri juga tidak tahu banyak. Menurut penuturan Eri, Yuki pergi ke US selepas lulus SMA untuk melanjutkan sekolah. Sejak saat itu, mereka lost contact, sehingga Eri sama sekali tidak tahu apa yang terjadi dengan Yuki selama di US.



Sou mengetuk pintu kamar Maruo.

“Apa?”

“Eri, kakak Yuki menggunakan kamarku. Jadi aku akan berbagi kamar denganmu,” ucap Sou.

Maruo lalu membiarkan Sou masuk. Dengan canggung, Maruo naik ke ranjang dan menarik selimut. Sou melepaskan rompi pelurunya, dan meletakkan senjata apinya di meja samping ranjang. Tanpa berganti baju (alias masih pake hem lengkap) Sou mengikuti Maruo naik ke ranjang.

“Apa yang kau lakukan?!” Maruo kaget karena Sou sudah ada di belakangnya.

“Di militer sudah biasa berbagi tempat tidur seperti ini,” jawab Sou dengan cueknya.

Maruo merasa aneh dengan sikap Sou (atau jijik kali ya, hihihi). Ia lalu mengalah dan beranjak mengambil bantal lalu tidur di lantai berselimutkan jaket. (wah pakde sun oghuri tega nih, udah dibiarin tidur di lantai, ga dikasih selimut pula). Sementara Sou semakin menarik rapat selimutnya.

“Bagaimana dengan perkembangan kasus ini?” Sou mencoba mengajak Maruo bicara.

“Aku belum bisa menemukan Shigeo, tapi aku akan membuktikan kalau dia tidak bersalah,” jawab Maruo mantap.



Sou bersama Horikawa menemani Eri dan Yuki mengunjungi makam kedua orang tua Yuki dan Eri.

“Mereka meninggal ketika kau baru lulus SMP karena kecelakaan,” cerita Eri.

“Apa aku menangis?” pertanyaan Yuki diiyakan oleh Eri.

Ketika Yuki kembali menanyakan alasan kenapa ia dulu membenci Eri, Eri tidak menjawabnya. Ia hanya bilang, itu masalah yang biasa muncul antara dua saudara. Dari belakang Sou angkat bicara, ia mengatakan kalau meski ada masalah diantara mereka, mereka pasti saudara yang saling mendukung ketika kehilangan kedua orang tua mereka. Di saat momen bijak ini, tiba-tiba ponsel Sou berdering, dari ibunya. Dan seperti biasa, menanyakan hal tidak mutu pada Sou.

Maruo masih berkeras mencari alibi untuk membuktikan kalau Shigeo tidak bersalah. Ia mendatangi tempat Shigeo bekerja part-time, laundry milik Kiuchi, kawan satu geng motor dengan Maruo juga. Dari keterangan Kiuchi, Maruo tahu kalau saat peristiwa pembunuhan itu terjadi, Shigeo sedang mengantarkan pakaian laundry ke rumah pelanggan. (nah kalau yang jadi Kiuchi ini pernah main juga di Hanazakari no Kimitachi e jadi salah satu anggota dorm 1)

“Kalau kau mau, aku bisa melakukan cek silang pada pelanggan itu juga,” tawar Kiuchi pada Maruo.



Maruo kembali ke kantor pusat. Dengan sumringah ia mengatakan kalau ia bisa membuktikan alibi dari Shigeo. Tapi tidak lama kemudian wajah sumringah Maruo menghilang. Ia mendapat telepon dari Kiuchi.

“Shigeo memang mengantarkan pakaian ke rumah pelanggan, tapi ia terlambat satu jam dari jadwal biasanya.”

“Kalau begitu, mulai sekarang cari Shigeo dan tetapkan dia sebagai tersangka,” ucap chef Otomo pada anak buahnya.

Maruo lemas. Ia ingin sekali membuktikan kalau Shigeo tidak bersalah, tapi juga tidak tahu harus bersikap seperti apa.

Malamnya, Maruo dan Kiuchi bertemu di kafe tempat Yuki kerja part-time. Mereka berdua membicarakan Shigeo.

“Aniki (kakak) kau percaya kan kalau Shigeo bukan pelakunya?” desak Maruo.

“Tentu saja. Kita kan keluarga,” ucap Kiuchi kemudian.

“Yuki, kau juga percaya pada Shigeo kan?” kali ini Maruo mengalihkan pertanyaan pada Yuki.

“Karena dia adalah temanmu, maka aku mempercayainya.”

“Tidak, tidak. Dia bukan teman, Shigeo sudah seperti adik bagiku,” ucap Maruo lagi.



Sementara itu, di waktu yang sama, Sou sedang makan malam bersama ibu, adik dan pacar adiknya.

“Ah, aku ingin satu mangkok lagi,” ucap Nakatani-kun.

Sou protes dengan sikap Nakatani. Ia menganggap Nakatani berlebihan, karena ia bahkan bukan anggota keluarga tapi bersikap sok dekat dengan mereka semua. Tapi ibu dan adik Sou tidak mempedulikannya.

Di kafe, Shigeo menghubungi Maruo. Ia menanyakan apakah ia dicurigai sebagai tersangka pembunuhan, Maruo mengiyakan. Maruo mendesak Shigeo untuk mengatakan yang sebenarnya. Shigeo mengelak, bahwa ia tidak melakukan pembunuhan. Ia menghilang selama beberapa hari karena mengadakan perjalanan / liburan bersama kekasihnya.

Maruo mengajak Shigeo bertemu. Ponsel Maruo diminta Kiuchi, sementara Maruo mengambil mobil.



Maruo dan Kiuchi mendatangi tempat rencana pertemuan dengan Shigeo. Tapi ternyata itu adalah jebakan. Tidak lama sesudahnya, muncul beberapa orang bertopeng dan bersenjata menyerang mereka berdua. Maruo dan Kiuchi mencoba melawan. Mereka akhirnya terjebak. Bantuan datang, ooo . . . ternyata Sou datang membantu Maruo. Perkelahian tidak seimbang berlanjut. Dan . . . sempat-sempatnya Sou dan Maruo ngobrol saat berkelahi.

“Bagaimana kau bisa menemukanku?” Tanya Maruo sambil menghajar beberapa preman itu.

“Kau menggunakan mobil polisi. Ada GPS disana, jadi aku mudah melacaknya,” jawab Sou dengan pose yang sama, tengah menghajar para preman.

“Jangan ikut campur. Aku sendiri yang akan membuktikan kalau Shigeo tidak bersalah!”

“Kau datang karena kau percaya saudaramu? Dengan kata lain, kau melakukan ini karena kau percaya padanya kan? Kau monyet bodoh!” Sou tidak mau kalah.

“Diantara para hewan, monyet adalah yang paling cerdas!”

“Gibbon terlatih, tapi tidak terlalu cerdas,” sanggah Sou.

“Ada orang utan yang bisa menghitung!”

“Ada gajah yang bisa menggambar!”

“Apakah gajah bisa menggambar? Gajah apa yang bisa menggambar?!”

“Self-portrait.”

Sementara keduanya sibuk dengan pertengkaran tidak mutu, para preman yang tadi mereka hajar bengong melihat kedua orang ini. Seorang preman mendekat hendak menyerang, dan . . . dengan kompak Sou dan Maruo menghadiahi preman ini bogem mentah sehingga ia langsung terkapar. (see . . . masih sempat-sempatnya kedua orang ini beradu argument tidak mutu di tengah pertempuran, hfth) preman-preman itu kemudian kabur. Sou membawa Maruo dan Kiuchi kembali.



Di kantor pusat kepolisian Jepang.

Kiuchi lalu menceritakan kalau Shigeo pernah memintanya memberitahu dimana mendapatkan senjata api. Tapi Kiuchi tidak mengatakannya.

“Mungkin waktu itu, Shigeo benar membunuh Furukawa,” simpul Kiuchi kemudian.

Tim investigasi khusus menyimpulkan kalau pelaku pembunuhan ini benar Shigeo. Tapi Maruo masih saja tidak percaya. Ia berkeras membuktikan kalau Shigeo tidak bersalah.

“Bagaimana kalau yang dicurigai adalah keluargamu sendiri?!” Maruo benar-benar kesal dengan sikap Sou yang sama sekali tidak menggunakan hati nuraninya.

“Chef, bisakah Maruo dikeluarkan dari kasus ini? Dia sudah tidak obyektif dan memasukkan unsure pribadi dalam kasus ini,” pinta Sou pada chef. Tapi chef menolak permintaan ini.

Maruo masih berkeras untuk membuktikan kalau Shigeo tidak bersalah. Ia beranjak pergi dari ruangan itu.

Sou masih bertahan di kantor hingga malam. Ia masih meneliti beberapa informasi mengenai penjahat ini. Chef Otomo ternyata belum pulang. Ia kembali ke kantor untuk mengambil ponselnya yang tertinggal dan melihat Sou masih termenung sendiri.

“Sebagai detektif, dia (Maruo) terlalu halus kan? Tapi coba pikir, apa penyebab kesalahanmu (kegagalan meringkus yakuza) di New York? Itu karena kau tidak berhasil menemukan pembunuh ayahmu, Jino, iya kan?” chef Otomo memulai pembicaraan.

“Itu tidak seperti itu,” Sou mengelak.

“Lihat, kau marah.”

“Tolong jangan mengolok-olokku.”

Chef Otomo tersenyum, “Kenapa kau tidak menjawab ketika tadi Maruo menanyakan bagaimana jika yang dicurigai adalah keluargamu sendiri? Karena kau memikirkan hal yang sama kan? Aku tidak memintamu percaya pada tersangka. Pada akhirnya kau harus mempercayai temanmu,” chef Otomo meninggalkan Sou yang masih termenung sendirian memikirkan perkataannya.



Apa yang dilakukan Sou kemudian? Yups . . . melepas baju kebesarannya (suit lengkap) dan berdandan ala gangster, Sou mendatangi perusahaan peminjam uang tempat Furukawa disewa.

“Aku cukup berkualifikasi, tapi aku tidak punya uang. Mungkin kalian berminat menyewaku,” ucap Sou yang sudah rapi jali dengan jas dan hem terbuka dengan sebuah kalung melingkar di lehernya lalu duduk dan menganggat kaki ke meja penuh menuman keras di kantor gangster itu.

“Ini bukan tempat seenaknya kau bisa datang dan memaksa kami,” sanggah sang pemimpin geng itu.

“Aku bisa melumpuhkan kalian semua disini,” ancam Sou yang kemudian dibuktikan dengan dilumpuhkannya semua orang di ruangan itu hanya dalam waktu singkat.

Bos gangster itu akhirnya menyerah. Ia mau melakukan keinginan Sou.

“Ada yang ingin aku tanyakan,” ucap Sou.

“Ini bukan tempat seperti itu,” elak sang bos.

“Itu bukan pertanyaanku.”



Di apartemen, Yuki melihat-lihat foto lama bersama kakaknya, Eri. Di sebuah foto, tampak Yuki yang sedang menangis keras, sementara kakaknya di sebelahnya tersenyum. Yuki penasaran apa yang terjadi, tapi Eri juga tidak ingat. Ketika melihat gambar anjing di sampul album itu, Yuki kemudian ingat saat kejadian itu. Yuki menangis karena diganggu seekor anjing, dan Eri yang menolongnya mengusir anjing itu.

Ketika Maruo pulang, Yuki menceritakan semuanya pada Maruo. Yuki bertanya apa perlu menceritakan hal itu juga pada Sou, tapi Maruo menganggapnya tidak perlu, karena tidak ada hubungannya dengan Jinno.

Maruo terdiam.

“Jadi, akhirnya diketahui kalau pembunuhnya adalah Shigeo-kun?” Yuki mengalihkan pembicaraan.

“Aku tidak mempercayainya,” Maruo masih berkeras.

“Baru saja . . . ketika aku ingat kakakku yang menyelamatkanku dari anjing itu, itu pertama kali sejak aku kehilangan ingatan, aku merasa aman. Bahwa aku tidak sendirian. Jadi, Maruo, kau juga. Jika kau menganggap Shigeo-kun sebagai adikmu, aku ingin kau mempercayainya hingga akhir. Jangan biarkan ucapan Sou menggoyahkanmu. Dia tidak punya hati nurani. Aku yakin, darahnya berwarna hijau,” Yuki mencoba menenangkan Maruo.

“Jadi begitu? Seperti perkiraanku. Terimakasih Yuki-chan.”

Suasana berubah menjadi romantic. Yuki dan Maruo saling berpandangan. Maruo mendekat ke arah Yuki, tangannya terulur ke wajah Yuki . . . dan plak!

“Jangan mengambil keuntungan dariku!” bentak Yuki. (hahaha . . . rupanya playboy satu ini mencoba mencium Yuki)

“Aku telah mempelajari pelajaranku,” ujar Maruo sambil memegangi pipinya yang kena tampar Yuki. (wkwkwkwk . . . kasiaaaan deh Maruo)



Hari berikutnya,

Divisi investigasi khusus mendapat informasi kalau Shigeo berada di sebuah hotel. Mereka langsung bersiap untuk menyergapnya. Chef heran karena Sou tidak tampak.

“Sejak kemarin dia tidak bisa dihubungi,” jelas Reiji san.

“Maruo, kau mau ikut?” Tanya chef Otomo lagi, dan Maruo mengiyakan.

Sampai di parkir hotel tempat Shigeo berada, Maruo dikagetkan oleh seseorang. Ternyata Sou sudah berada disana.

“Apa yang kau lakukan?!”

“Diam!” Sou memaksa Maruo masuk ke mobilnya.

Sementara itu anggota divisi investigasi yang lain menggerebeg kamar tempat Shigeo berada, tapi ternyata tidak ada Shigeo disana. Hanya ditemukan seorang pria dengan tangan terikat dan mulut ditutup lakban.

Sou membawa Maruo di mobilnya. Maruo terkejut karena Shigeo juga sudah ada disana. Sou menjelaskan kalau benar bukan Shigeo pelaku pembunuhan itu. Dia hanya berada di tempat dan waktu yang salah. Sou mencurigai seseorang yang telah melakukan itu, tapi belum menceritakan detailnya siapa orang ini.



Sou membawa Maruo dan Shigeo ke sebuah pelabuhan sepi. Dia mencoba memancing pelaku pembunuhan sesungguhnya untuk keluar. Sementara Shigeo menunggu di dekat air, Sou dan Maruo bersembunyi di tempat tersembunyi dekat sana. Sou menceritakan bagaimana ia menginvestigasi dan menyelidiki perusahaan yang menyewa Furukawa dan akhirnya tahu apa yang terjadi.

Di tengah investigasi, tiba-tiba ponsel Sou berbunyi. Mau tidak mau ia mangangkatnya, dari ibunya. Menanyakan hal tidak mutu, tentang baju piyama yang diinginkan. Maruo yang melihat tingkah Sou, kesal.

“Siapa sebenarnya yang selalu menelepon saat investigasi?” protes Maruo.

“Itu bukan urusanmu!”



Yang ditunggu muncul. Maruo kaget, karena yang muncul adalah Kiuchi. Shigeo protes karena ia merasa dijebak oleh Kiuchi, sehingga akhirnya dialah yang dicurigai sebagai pembunuh Furukawa.

“Demi aku, matilah demi aku,” ancam Kiuchi pada Shigeo dengan senjata api.

“Anniki!” Maruo keluar dari persembunyiannya dengan senjata tertodong pula.

Kiuchi lalu menceritakan kalau ia melakukan semua ini demi keluarganya. Furukawa dan gang-nya itu yang mengancam akan merusak usaha dan keluarganya, sehingga dia melakukan ini. Kiuchi meminta Maruo untuk membebaskannya, karena ia masih memiliki keluarga.

Maruo diam saja, ia bimbang antara menangkap atau melepaskan Kiuchi. Kiuchi beranjak berlari. Sou keluar dari persembunyiannya, melihat Maruo tidak melakukan apa-apa ketika Kiuchi berusaha melarikan diri, Sou akhirnya melumpuhkan Kiuchi dengan menembak kakinya.

“Mulai sekarang . . . jangan biarkan Maruo melihatmu melarikan diri lagi. Jika keluargamu penting bagimu . . . demi mereka, jangan melarikan diri,” ujar Sou di depan Kiuchi.

Maruo lalu mengambil borgol di sakunya dan memborgol tangan Kiuchi.



Yuki, Maruo dan Sou mengantar Eri yang akan pulang di bandara. Sebelum pergi, Yuki mengajak Eri untuk membuat foto bersama. Sampai akhir, Eri tidak menceritakan pada Yuki alasan kenapa dulu Yuki begitu membenci Eri sebelum ia pergi ke US.

“Apa yang ia katakana?” Tanya Sou setelah melihat Eri pergi.

“Bukan suatu hal penting.”



“Jadi, dia (Yuki) mengingat masa lalunya ketika melihat foto ini?” Tanya Yuri memastikan sambil melihat foto yang disodorkan Maruo.

“Orang tuanya meninggal, dan dia hanya tinggal bersama kakaknya. Ketika Yuki di US, mereka sama sekali lost contact,” gumam Sou.

“Apa yang sebenarnya terjadi pada mereka?” sambung Yuri. “Dan jika begitu, apapun yang terjadi sebelum Yuki berangkat ke US tidak ada hubungannya dengan hilangnya ingatan Yuki. “

“Itu benar. Bagian yang tidak ingin Yuki ingat tidak ada hubungannya dengan keluarganya,” komentar Sou.

“Hmm?” kali ini Maruo yang menyambung.

“Kekasih?” Tanya Yuri yang diiyakan Maruo.

Sementara Kiuchi dipenjara, Maruo, Shigeo dan Sou (dengan terpaksa) membantu usaha laundry Kiuchi. Ketika Maruo dan Shigeo menyeterika baju, Sou bertugas menjaga bayi anak Kiuchi. Dan dengan canggung Sou berusaha menenangkan bayi itu. (liat wajahnya aa Sun Oghuri ngemong bayi, kekekekeke . . . kocak banget)

Sementara itu, Yuki yang bekerja di café berada dalam bahaya. Salah seorang penjahat yang ada hubungannya dengan Jinno, mengyadari kehadiran Yuki.


Rabu, 16 November 2016

Tokyo Dogs ep - 02

Takakura Sou dan Kudo Maruo yang tadinya berpartner dalam penyergapan di NY, sekarang benar-benar menjadi partner di kepolisian Jepang, minus Horikawa, karena doski ditugasi menjaga Yuki.

Suatu malam, keduanya sedang melakukan pengintaian dari atas gedung. Tampak di bawahnya sebuah apartemen dengan lampu terang, dan samar-samar orang tengah berpesta.

“Ayo ganggu mereka dan cek rumah itu,” ajak Maruo.

“Kenapa kau selalu pergi tanpa rencana? Bagaimana kalau kita masuk dan ternyata mereka bersenjata? Anak-anak perempuan itu akan dijadikan sandera. Dan jika mereka masih amatir, mereka akan mulai menembak dengan membabi buta. Pikirkan itu.”

“Apa kau selalu sedetail itu?” Maruo protes pada sikap Sou.

Mereka berdua akhirnya mulai turun dari gedung. Sou rupanya sudah menyiapkan semacam alat peledak berbentuk botol minuman, yang apabila digunakan suhunya akan meningkat derastis hingga 15000 C dan meledakkan apapun yang ada di dekatnya. Maruo protes, karena menganggap itu tidak berguna. Sebelum sempat menggunakan alat itu, Maruo sudah mengeluarkan anak kunci.

“Ini cukup kan?” Maruo membuka pintu apartemen itu dengan perlahan.

Tapi ternyata pintu itu masih dilengkapi rantai, dan rantainya dalam keadaan terpasang. Sou langsung mengambil senjatanya dan menembak rantai itu hingga putus.

Maruo kaget, “Orang amerika kembali!”

Sou dan Maruo masuk ke ruangan apartemen itu. Tampak beberapa orang pria dengan gadis-gadis di bawah umur bersama mereka. Sementara Sou membekuk pria-pria disana, Maruo mengumpulkan gadis-gadis di bawah umur itu di satu ruangan, dan . . . mulai tebar pesona. (dasar . . . sempat-sempatnya sih ni orang)

Seluruh pria di ruangan ini berhasil di bekuk, dan dibawa ke kantor polisi dengan bantuan yang datang dari kepolisian. Begitu pula dengan gadis-gadis di bawah umur itu, mereka dipulangkan. Sou dan Maruo kemudian mulai menyisir seisi rumah. Mereka menemukan senjata dan beberapa barang illegal disana.

“Apa kau menemukannya . . . pin lebah itu?” Tanya Maruo.

“Tidak. Sepertinya ini sudah direncanakan.” (jadi begini . . . Sou dan Maruo menyergap apartemen itu karena ada informasi kalau mereka bagian dari jaringan Yakuza Jinno, tapi ternyata tidak ada bukti yang mengarahkan hal itu di apartemen itu)

Sou, Maruo dan Yuki pindah ke apartemen baru, karena keberadaan Yuki di apartemen lama telah diketahui sindikat jaringan Yakuza Jinno. Dan untuk keamanan, Sou dan Maruo tinggal satu apartemen dengan Yuki.

“Apa?! Jadi kita tinggal satu apartemen?” Yuki tidak percaya.

“Iya, memangnya kenapa? Itu lebih aman kan,” jawab Sou santai.

“Bagaimana mungkin itu aman, tinggal bersama dengan dua orang pria . . . “Yuki tidak menyelesaikan ucapannya.

“Sebenarnya yang perlu kau khawatirkan adalah . . . pria yang disana,” Horikawa menatap ke arah Maruo.

Tampak Maruo dengan tampang seriusnya, dan kemudian . . . ia mengeluarkan lidah (melet maksudnya).

“Kya . . . !!!” Yuki ketakutan.

“Ah aku hanya becanda,” Maruo mencairkan suasana.

“Tapi wajahnya tidak tampak becanda,” komentar pacar Horikawa, Maki yang membantu mereka beres-beres di apartemen baru itu.

Maruo kemudian memanggil Horikawa dan mereka memperagakan sesuatu.

“Ketika Yuki sedang mandi, tiba-tiba ada yang datang. Pintu terbuka. Kemudian terdengar teriakan, kyaaa . . . jangan lihat! Setelah itu Yuki melempar si pengintip dengan air, byur . . . “

Yuki tertawa, “Apa kalian nobita?”

Sou yang sedang beres-beres di kamarnya sendiri tiba-tiba keluar. “Doraemon. Kau ingat?”

“Ya.”

“Siapa anak yang selalu mengganggu Nobita?”

“Giant.”

“Kalimat khas Suneo?”

“Mama, melon.”

“Luar biasa.”

“Dia tidak tampak sedang becanda,” komentar Maruo di tengah percakapan Sou-Yuki. “Lihat wajahnya.”

“Siapa cucu dari cucu Nobita?”

“Aku tidak tahu,” jawab Yuki kemudian.

Sou kecewa. “Itu Sewashi,” ucapnya kemudian. Rupanya Sou berharap sekali kalau ingatan Yuki segera kembali.

Di pusat kepolisian Jepang, Unit Investigasi Khusus. Ada kasus percobaan pembunuhan terhadap seorang pengacara, Komiyama. Pengacara ini adalah pengacara favorit beberapa orang penting di Jepang, tidak terkecuali orang-orang yang dicurigai terlibat dengan kegiatan yakuza.

“Bagiamana mungkin ia meninggalkan seorang anak kecil kelas 3 di rumah sendirian,” keluh seseorang.

“Itu benar. Jadi sekarang, mulailah investigasi,” selesai meeting, chef membagi tugas pada anak buahnya.

Sou dan Maruo kali ini pun harus menjadi partner lagi. Mereka mendatangi rumah korban untuk melakukan penyelidikan disana. Maruo protes, tapi chef tidak mempedulikannya. Akhirnya mau tidak mau Maruo mengikuti Sou. Di rumah korban, anggota tim investigasi khusus yang lain, Suzu-san sudah ada disana. Ia sedang menemani Kousuke-kun, putra sang pengacara.

“Karena sudah ada kakak-kakak disini, kau main dengan mereka ya?” Suzu-san beranjak pergi, bergantian dengan Maruo dan Sou.

“Terimakasih sudah bekerja keras,” ucap Maruo sopan. Maruo lalu mendekati Kousuke. “Maaf ya, karena kau tidak bisa berangkat sekolah.”

“Tidak apa-apa, aku tidak ingin pergi,” jawab Kousuke-kun. Tampak di wajahnya, ia tidak menyesal sama sekali tidak bisa berangkat ke sekolah.

“Maaf, kau tidak bisa tetap tinggal disini,” bujuk Maruo.

“Kita mau kemana?” Tanya Kousuke.

“Ke rumah perlindungan polisi,” sambung Suzu-san.

“Apa disana ada PS?” Kousuke menanyakan beberapa jenis mainan lainnya.

“Maaf tidak ada.”

“Bagaimana aku bisa bertahan?” protes Kousuke.

“Cepat dan bawa dia. Mendengarkan permintaannya hanya mengulur-ulur waktu saja,” tegur Sou.

“Sampai kapan?” Tanya Kousuke.

“Sampai penjahatnya tertangkap.”

“Tidakkah itu butuh waktu lama?”

“Cepatlah!” Sou semakin tidak sabaran.

Maruo semakin sebal dengan sikap Sou. Sou beranggapan Maruo hanya buang-buang waktu saja. Sementara Maruo beranggapan bahwa bersikap terhadap anak kecil berbeda dengan bersikap dengan orang dewasa. Tapi Sou tidak menggubrisnya. Ia malah mulai menceritakan bahayanya kalau tetap berada di rumah itu pada Kousuke tanpa bahasa yang tepat. Kousuke-kun ketakutan. Akhirnya Sou dan Maruo berhasil membujuk Kousuke untuk ikut serta. Tapi Sou tidak ikut masuk mobil. Ia bilang akan pergi ke suatu tempat, karena ada urusan.

Dari tim investigasi khusus yang bertugas menyelidiki pengacara Komiyama adalah Mashiko-san. (kalau yang hapal, yang jadi pengacara Komiyama disini yang dulu berperan jadi ayahnya Sano Izumi di Hana-Kimi 2007). Pengacara Komiyama ternyata baru menerima tamu seorang presiden sebuah perusahaan. Mashiko curiga pada presiden perusahaan itu. Sementara Mashiko mencoba untuk ramah, pengacara Komiyama mengabaikannya. Ia melah menyibukkan diri dengan pekerjaannya.

Di tempat lain, Sou ternyata mendatangi sebuah bar. Ia mendekati seseorang yang tengah asyik dengan para wanita/hostess.

“Mewah sekali pada siang seperti ini minum alcohol,” sindir Sou.

Lelaki itu kesal dengan ucan Sou. “Siapa kau?”

Sou mengeluarkan foto-foto dirinya dan pin lebah yang ditemukan di apartemen lama. “Kembalikan ini padanya. Dan jangan menjadi penguntit,” ancam Sou.

“Aku tidak pernah melihat mereka,” ucap pria itu sambil merobek foto-foto yang dibawa Sou.

Tidak lama sesudahnya, anak buah pria itu mendekat dan mulai menyerang Sou. Dan ototmatis, Sou dengan lincah, cepat dan tepat berhasil melumpuhkan mereka semua. Sou lalu beranjak pergi.

“Dia lumayan juga,” komentar seseorang dari balik kerai rantai di bar itu. (Ia adalah penjahat yang juga muncul di episode 1. Kemungkinan doski ada hubungannya dengan yakuza dan Jinno, yang tengah dikejar Sou).

Maruo ternyata membawa Kousuke-kun ke kantor pengacara Komiyama.

“Kenapa kalian membawa Kousuke-kun kesini?” pengacara Komiyama tidak suka kalau anaknya itu dibawa ke kantornya.

“Tapi lebih aman kalau ia bersamamu. Lagipula, ia tidak mungkin di rumah sendirian,” protes Maruo.

“Ia sudah terbiasa di rumah sendirian. Dan sebagai putra seorang pengacara, dia harus memahami itu,” pengacara Komiyama dengan cueknya bicara di depan Kousuke.

Kousuke yang kesal dengan sikap ayahnya itu, berlari ke luar kantor pengacara Komiyama. Sementara itu Maruo kemudian mengejarnya.

“Kousuke . . . “ Maruo mencoba berbicara dengan Kousuke. ( weh doski satu ini emang “hangat” dan sabar banget ya, wkwkwkwk)

“Ayah benar, seharusnya aku tidak perlu datang kesini. Aku akan pulang ke rumah,” ucap Kousuke mulai menangis.

“Tapi kau tidak bisa pulang ke rumah sekarang, itu tidak aman . . .” Maruo berpikir, dan kemudian, “Binggo!”

Ternyata Maruo membawa Kousuke ke apartemen Yuki. Ia juga meminta Yuki membantu menjaga anak itu.

“Tapi, bukankah aku juga dalam bahaya?” protes Yuki.

“Aku tahu, bukankah tempat ini aman kan? Apalagi ada aku dan sensei (Sou). Ya, aku mohon . . “ ucap Maruo. ( sejak kapan ya, ni orang nyebut partnernya itu sebagai sensei?)

“Kalau begitu, ini bisa dianggap pekerjaan?” Tanya Yuki.

“Huh . . . ya bisa dibilang begitu. Lagipula kalau kau disini, Kousuke tidak akan kesepian.”

Yuki setuju untuk membantu menjaga Kousuke. Ia pun lalu menemani Kousuke bermain PS.

Sementara itu, Maruo, Sou dan Horikawa kembali ke kantor. Mereka mengadakan meeting membahas hasil investigasi hari ini. Mashiko menemukan beberapa kasus yang pernah ditangani pengacara Komiyama sebelumnya. Sementara Maijima belum mendapat hasil terkait siapa yang dicurigai berusaha membunuh pengacara Komiyama. Sou dan Maruo kembali ditugaskan bersama untuk menjadi pengawal pengacara Komiyama.

“Orang tua macam apa dia sebenarnya? Dia baik-baik saja sementara anaknya tidak bersamanya. Meskipun begitu, wanita single seperti aku pun tahu kalau itu tidak biasa. Kalau begitu, itu tidak aneh kan kalau aku tidak menikah?” Maijima-san lalu tertawa.

Sementara orang lain di ruangan itu mencoba tidak peduli dengan apa yang baru saja diucapkan Maijima. Mereka semua tahu, Maijima akan menjadi sensitive kalau berurusan dengan pernikahan dan lelaki.

Chef lalu memanggil Sou mendekat. Ia menunjukkan sebuah berkas, bahwa pengacara Komiyama pernah menjadi pengacara Jinno dua tahun sebelumnya. Chef memberikan berkas itu pada Sou, sebagai bahan informasi terkait Jinno.

“Arogatou-terimakasih,” ucap Sou.

Maruo pulang bersama Sou. Maruo mulai mengoceh tentang betapa menyebalkannya pengacara Komiyama sebagai seorang ayah.

“Dia pantas ditembak,” ucap Maruo.

“Hm?” Maruo tidak mengerti Sou tiba-tiba berhenti.

Ucapan Maruo tadi mengingatkannya pada kenangan terburuk masa kecilnya, ketika ayahnya ditembak oleh Jinno.

“Jangan . . . mengatakan hal itu lagi,” ucap Sou dengan tampang seriusnya.

“Tentu saja aku hanya becanda,” elak Maruo.

“Jaga anak itu ketika kau pulang,” ucap Sou kemudian.

Tapi Maruo menolak. Ia sudah punya janji dengan geng-nya untuk datang ke kencan buta. Sou mau tidak mau mengijinkan Maruo pergi dan pulang ke apartemen sendiri.

Sou kembali ke apartemen Yuki. Ia bertemu Yuki yang menemani Kousuke bermain.

“Dimana Maruo?” Tanya Yuki.

“Oh dia, menemui teman,”

Tapi Yuki tidak percaya. “Dia pasti datang ke tempat kencan buta,” komentar Yuki kemudian. “Aku mau istirahat, temanilah Kousuke.”

“Dimana Horikawa?” Tanya Sou.

Yuki menunjuk ke arah kamar Maruo. Disana Horikawa tergeletak di lantai depan pintu. “Dia juga kelelahan menemani Kousuke seharian.”

“Kau kalah dari anak kelas 3 SD?” Sou tidak percaya.

Sou hendak menghampiri Horikawa. Tapi Horikawa buru-buru menutup pintu. Jadi Sou tidak punya pilihan selain menemani Kousuke. Ketika Kousuke membuka jaketnya, Sou melihat ada bekas luka di tangan anak itu. Sou penasaran. Hingga akhirnya mereka mengobrol. Kousuke menceritakan kenapa ia benci datang ke sekolah, karena dia selalu diganggu anak-anak yang lebih besar.

Sou lalu mengajari Kousuke cara menyerang lawan. Sou memperagakannya pada tanaman di ruangan itu. Yuki yang kebetulan keluar kamar heran melihat tingkah Sou. Sementara itu Kousuke lebih kaget lagi, karena tidak tahu kenapa ia diajari seperti itu. Mengetahui Kousuke syok melihatnya, Sou berhenti. Tidak lama sesudahnya, Sou benar-benar mengajari Kousuke cara menjatuhkan lawan. (parah ni om satu ini, masak anak SD diajarin begituan, haduh haduh . . . )

Sementara itu, Maruo yang datang ke acara kencan buta, kaget dengan gadis-gading yang datang.

“Ini bukan kencan buta, tapi konferensi geng,” protes Maruo pada kawannya Shige.

“Bukankah mereka cantik?” Tanya Shige.

“Ini menakutkan,” keluh Maruo kecewa.

Mereka yang berkumpul disitu lalu mengadakan permainan. Dan yang tidak mutu adalah, mereka mengadakan permainan tebak-tebakkan nama stasiun di Jepang. Permainan dimulai, Maruo mencoba kabur. Tiba-tiba ada anggota geng cewek yang mengetahuinya.

“Mau kemana kau?!” ucapnya garang.

“Tidak !!”

Hari berikutnya, Sou dan Maruo bertugas menjadi pengawal pengacara Komiyama. Sampai di kantor, Sou dan Maruo menunggu di ruangan sekretaris, sementara pengacara Komiyama berada di ruangannya. Melihat sekretaris cantik, Maruo yang hobby tebar pesona mulai melancarkan aksinya, merayu sang sekretaris.

Pengacara Komiyama ditelepon oleh seorang kliennya, presdien Shibata. Ia meminta bertemu dengan pengacara Komiyama secara sembunyi-sembunyi, karena ia tidak mau bertemu dengan polisi. Pengacara Komiyama menyetujuinya. Ia menyelinap keluar dari ruangannya itu melalui pintu lain di seberang ruangan. Sou yang curiga lalu menyusulnya. Ternyata benar, kali ini pengacara Komiyama kabur lagi.

Sou dan Maruo mengejar sampai di depan kantor. Dari arah jalan, sudah ada seseorang yang siap menembak. Sou dengan sigap menyelamatkan pengacara Komiyama.

“Kembalilah ke kantor, dan jangan biarkan siapapun masuk,” pesan Sou pada pengacara Komiyama.

Sou dan Maruo lalu mengejar penembak misterius itu. Dan seperti biasa, di tengah investigasi/pengejaran, Sou ditelepon oleh ibunya. Jadilah Sou menjawab telepon sambil berlari.

“Sou, ini mama. Mama dan Karin sedang ada di toko ikan hias . . . “

“Maaf, aku tidak bisa bicara sekarang.”

“Kau selalu begitu. Ikan apa yang harus kami beli?”

Sou akhirnya menyerah dengan protes ibunya. “Nemo . . . sepertinya bagus,” ucap Sou masih sambil berlari dengan handphone di tangan kanan dan senapan di tangan kiri. “Aku akan menelepon lagi nanti,” janji Sou lalu menutup handphone-nya.

Sou dan Maruo akhirnya berhasil mencapai si penembak misterius itu, tapi ia keburu menjadikan seorang wanita yang lewat sebagai sandera. Ketika berhasil membebaskan sandera, teman penembak itu datang membantu. Akhirnya kedua orang penembak misterius itu berhasil kabur. Sou kesal.

Kembali ke kantor pusat kepolisian Jepang. Sou masih menyalahkan Maruo atas peristiwa tadi. Ia beranggapan kalau cara Maruo keliru, sehigga penjahat itu berhasil kabur. Mereka berdua pun bertengkar.

“Sudahlah, yang penting orang sipil itu selamat,” lerai chef.

Meeting mengenai pembahasan kasus pengacara Komiyama dilanjutkan. Sou meneliti beberapa kasus yang pernah ditangani pengacara Komiyama dari artikel.

Di apartemen, Yuki dan Horikawa menemani Kousuke seperti biasa. Sementara itu Kousuke sedang membuka bukunya.

“Oh Kousuke, kau mendapatkan emas dalam festival sekolah,” ucap Horikawa girang.

“Kapan itu?” Tanya Yuki.

“Besok, tapi aku tidak mau pergi.”

“Sepertinya memang tidak bisa,” Horikawa memandang ke arah Yuki.

Di tempat lain, Maruo dan Sou mendatangi Yuri, seorang nerurolog yang menangani Yuki. Yuri menyarankan agar Yuki melakukan sesuatu seperti orang normal lainnya, bekerja misalnya. Tapi Sou tidak setuju, dan mereka berdua pun mulai berdebat. Sementara itu, Maruo hanya bisa bengong memandang kedua orang ini adu argumentasi.

Yuri kesal. Ia mulai menjelaskan keadaan Yuki secara ilmu kesehatan, dan betapa perlunya member stimulus untuk mengembalikan ingatannya. Sou speechless mendengar penjelasan Yuri. Akhirnya Sou menyerah, dan tetap memaksa Yuri segera membantu mengembalikan ingatan Yuki.

“Bukankah Nemo cute?” Tanya ibu Sou.

Ternyata Sou menyempatkan untuk pulang ke rumah ibunya. Ibunya dan adiknya Karin, telah membeli ikan hias dengan corak mirip nemo.

“Karena aku dan mama tidak suka baunya, jadi tidak apa-apa kan, kalau one-chan yang melakukannya untuk kami?” (maksudnya berhubung mereka ga suka baunya, jadi Sou yang harus membantu membersihkan akuarium)

“Sepertinya aku harus mulai menyukai bau ini,” Sou bergumam sendiri.

“Tadaima . . . aku pulang,” seseorang datang.

“Okaeri . . . selamat datang,” jawab ibu Sou dan Karin bersamaan.

“Ah, Nakatani-kun, bukankah itu lucu?” Karin menarik Nakatani, pacarnya mendekati akuarium.

Sou kaget dengan sikap pacar adiknya ini. Ia melihat ke arah ibunya yang sepertinya tenang-tenang saja, “Mereka bahkan belum menikah,” gumam Sou lagi.

Sou pulang ke apartemen Yuki. “Dimana Kousuke?” Tanya Sou.

“Dia sudah tidur, dia tetap masih anak-anak,” jawab Yuki.

Ternyata disana ada Maruo yang telah menceritakan semua yang dibicarakan dengan Yuri tentang Yuki. Yuki mulai merengek pada Sou agar diizinkan bekerja.

“Aku belum memutuskannya,” elak Sou.

Tapi Yuki tetap memaksa. Ia bahkan (kalau bahasa jawanya ngelendoti) menarik-narik baju Sou. Tapi Sou tetap berkeras dengan pendiriannya. Hingga suatu saat Yuki menarik pundak Sou, dan . . .

“Bruk !” Sou membanting Yuki ke lantai dan nyaris menginjaknya kalua Maruo tidak buru-buru menghentikannya.

“Aku wanita, dan dia tetap membantingku, . . . “ Yuki kesakitan di lantai. Sou lalu masuk kamarnya.

Maruo lalu mendekat dan mulai memegang tangan Yuki. “Kau tidak apa-apa kan? Bagian mana yang sakit?”

“Jangan mencari kesempatan!” gertak Yuki pada Maruo.

Hari berikutnya, seperti biasa Sou dan Maruo menjadi pengawal pengacara Komiyama. Dan seperti dugaan Sou, penembak misterius masih saja berkeliaran mengincar pengacara itu. Lagi-lagi Sou berhasil menyelamatkan pengacara Komiyama.

“Jaga dia,” ucap Sou pada Maruo sementara ia berlari mengejar penembak misterius itu.

Kali ini Sou kembali gagal. Ia kembali menemui Maruo yang bersama pengacara Komiyama. Sou menceritakan kalau yang mengincarnya selama ini adalah presiden Shibata.

“Itu tidak mungkin,” elak Komiyama. “Aku sudah lama menjadi pengacaranya.”

“Justru karena sudah lama, anda sudah tahu terlalu banyak. Sehingga dia ingin menghabisi anda.”

Maruo mendapat telepon dari Horikawa. Kousuke menghilang. Tadinya Sou mengajak mereka untuk mencari di sekitar apartemen. Tapi Komiyama mengatakan kalau Kousuke mungkin ada di sekolahnya, karena sebelumnya ia sempat menelepon dan meminta Komiyama untuk datang di acara festival seni di sekolahnya. Sou dan Maruo setuju.

Sampai di depan sekolah, ternyata Horikawa datang bersama Yuki. Yuki ingin ikut mencari, karena ia merasa bertanggungjawab juga menjaga Kousuke. Sou memutuskan Horikawa bersama Maruo, sementara ia mencari bersama Yuki dan pengacara Komiyama. Mereka menemukan Kousuke sedang berdiri di lorong sekolah. Pengacara Komiyama lalu memeluk putranya itu.

“Sebaiknya kita pergi, disini belum aman,” ajak Sou.

Tepat seperti dugaan Sou, penembak misterius itu membuntuti mereka. Dengan sedikit adu tembak, Sou berhasil membawa Yuki, Kousuke, dan pengacara Komiyama ke ruangan lain. Dari arah jendela muncul Maruo dan Horikawa yang menawarkan bantuan.

“Pergilah, kalian akan aman kalau sudah sampai di mobil. Jaga mereka,” pesan Sou pada Maruo.

“Serahkan padaku,” ucap Maruo dengan pede-nya.

Sementara itu Sou berhasil melumpuhkan salah satu penjahat itu dengan menembak kakinya, yang sebelumnya ia jebak dengan pegangan pintu yang dipanasi.

Horikawa dan Maruo membawa mereka bertiga keluar. Di jalan, Kousuke terjatuh dan tanpa diketahui muncul penjahat yang lain menodongkan pistol ke kepala Kousuke. Pengacara Komiyama panic. Horikawa mencoba menjauh dengan tenang, sementara Maruo mengacungkan pistol dengan waspada. Penjahat itu menyandera Kousuke.

Tiba-tiba, dari arah belakang, muncul Sou melumpuhkan penjahat itu. Kousuke dan pengacara Komiyama selamat, begitu juga Yuki dan Horikawa. Sou menodongkan pistol kea rah orang itu, memaksanya mengakui siapa yang mengirimnya. Tapi orang itu tidak mau mengaku. Sou menembakkan pistolnya ke aspal.

“Sebaiknya kau katakan saja, polisi dari amerika itu tidak segan-segan membunuh,” ucap Maruo.

Penjahat itu ketakutan dan akhirnya mengakui kalau ia dikirim oleh presiden Shibata. Pengacara Komiyama akhirnya yakin siapa sebenarnya orang yang ingin membunuhnya. Mereka membawa kedua penjahat itu ke kantor polisi.

Sambil menunggu ambulan datang, Sou mengobrol bersama pengacara Komiyama. Sementara itu Maruo, Yuki dan Horikawa menemani Kousuke bermain ayunan.

“Ada banyak hal yang harus aku selesaikan,” ujar pengacara Komiyama.

“Oh ambulannya sudah datang. Ini mungkin bukan luka yang parah, kau pasti bisa kembali bekerja dalam waktu dekat.” (pengacara Komiyama jatuh dan terluka saat diselamatkan oleh Sou oleh penembakkan kedua).

“Aku berencana berhenti bekerja dulu sebentar. Aku ingin menikmati liburan bersama Kousuke.”

“Baiklah. Tapi . . . masih ada beberapa hal yang ingin aku tanyakan pada anda,” pinta Sou.

“Tentu saja.”

“Baiklah.”

Pengacara Komiyama lalu beranjak masuk ke ambulan bersama Kousuke. Sebelum benar-benar pergi, Kousuke berbalik.

“Aku tidak akan melarikan diri lagi, aku akan menjaga papa. Karena papa akan tetap jadi papa,” Kousuke tersenyum pada semuanya.

Setelah ambulan pergi, Yuki mulai bicara. “Kalian tahu, aku ingat sesuatu (Yuki mendapatkan sedikit ingatannya waktu melihat Kousuke ditodong dengan pistol tadi). Seseorang ditodong dengan pistol . . . itu saja.”

Sou, Maruo dan Horikawa memandangi Yuki dalam diam. Meski penasaran, mereka tidak bisa memaksa Yuki mengingatnya lebih banyak lagi.

Sou pulang berjalan kaki. Ia melewati sebuah sekolah SD, dan disana melihat seorang anak kecil berbaju orange. Anak kecil itu, Kousuke tengah merobohkan anak-anak lain yang lebih besar, yang selama ini mengganggunya. Dan . . . berhasil.

Sou tersenyum melihatnya. Ia tahu, Kousuke sudah menemukan keberaniannya.

Sou akhirnya mengijinkan Yuki kerja partime di sebuah café.

“Kenapa aku juga harus kerja disini juga?? Protes Horikawa.

“Ini paling mudah untuk menjaga Yuki,” ujar Maruo.

“Tapi aku bekerja keras untuk dapat lolos dari ujian kepolisian bukan untuk menjadi pelayan di café . . . “ protes Horikawa lagi yang dipotong Sou dengan memanggil pemilik café.

Sou memperkenalkan diri sebagai kakak pertama Yuki. Maruo pun ikut-kutan memperkenalkan diri sebagai kakak kedua Yuki. Yuki keluar dari dapur, lengkap dengan seragam pelayan café-nya. Ia tampak ceria.

Pemilik café lalu memperkenalkan satu orang lain. Seorang pelayan baru laki-laki di café itu, Yoshimura-kun. (kalau yang memperhatikan, doski adalah penjahat yang sudah muncul sejak episode 1 tapi tidak pernah terjangkau oleh Sou dan Maruo)

Followers

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.